CANTIKA.COM, Jakarta - Semua akan baik-baik saja. Demikian itu tertulis di kaos hitam yang dikenakan oleh Deng Jia Xi; kalimat yang mungkin ia gunakan sebagai mantra penyemangat ketika memutuskan turun ke jalan dalam protes kudeta militer yang terjadi di negerinya, Myanmar, pada Rabu 3 Maret lalu.
Sayang naas tak dapat dihindari. Peluru melesat, tembus dari belakang lehernya. Nyawa gadis 19 tahun itu pun terenggut seketika.
Sosok Deng Jia Xi viral di media sosial
Kabar kematian Deng Jia Xi lengkap dengan foto-fotonya pun tersebar lewat media sosial Twitter. Bersamaan dengan sejumlah foto mengerikan lainnya yang memperlihatkan betapa panas dan berdarahnya situasi di Myanmar.
Deng Jia Xi adalah seorang perempuan berusia 19 tahun yang bergabung bersama demonstran dalam unjuk rasa mengecam kudeta militer Myanmar.
Wajahnya viral, lewat foto-foto yang memperlihatkan dirinya saat berdemonstrasi di jalanan kota Mandalay. Salah satunya memperlihatkan ia tengah memegang botol plastik -belakangan diketahui berisi air untuk membantu pedemo membasuh mata akibat gas air mata.
Pemilik nama lain Ma Kyal Sin ini menjadi satu dari total 38 orang yang terbunuh pada Rabu (5/3), menurut informasi dari utusan khusus PBB untuk Myanmar Christine Schraner Burgener dikutip dari Telegraph.
Tahun ini, tepatnya pada 3 Februari lalu, Deng Jia Xi untuk pertama kalinya menggunakan hak pilih dalam pemilu Myanmar. Pada momen ini, ia mengunggah foto di akun Facebooknya dengan memamerkan jari berwarna ungu.
“Saya orang biasa. Sipil yang membangkang dengan damai. Memprotes para aparatur negara, kami berdiri bersama pegawai negeri sipil dan para dokter,” tulis Deng Jia Xi dalam unggahan tersebut. “Kamu bisa mengubah sesuatu, kalau bergerak bersama-sama,” lanjutnya.
Dalam unggahan lain, di momen yang sama, ia berpose dengan sang ayah. Ia menyebut ikut dalam pemilu adalah tugas sebagai warga negara.
“Suara pertama saya, dari lubuk hati saya,” tulis Angel dengan menambahkan enam emoji hati berwarna merah. "Saya melakukan tugas saya untuk negara saya."
Dikutip dari Telegraph, bibi dari Angel Ma Aye Aye menyebut bahwa rasa tanggung jawab dan kepekaan terhadap ketidakadilan itulah yang mendorongnya ke jalan, meskipun bahaya meningkat, untuk memprotes kudeta militer yang membatalkan hasil pemilu dan suaranya.
Keberanian Deng Jia Xi dalam menyuarakan aspirasi
Angel memang perempuan berani. Ketika pihak kepolisian telah menggunakan taktik tangan besi -dengan peluru karet, meriam air, hingga peluru tajam- untuk membubarkan pengunjuk rasa, ia justru berdiri tegak di jalan. Ia mengibarkan bendera merah Liga Nasional untuk Demokrasi Suu Kyi. Dalam satu set gambar unggahan ini, dia juga berpose saat ayahnya mengikat pita merah di pergelangan tangannya.
Saat ditemukan tewas, di leher Deng Jia Xi tergantung nomor kontak darurat dan informasi mengenai golongan darahnya. Ini jamak digunakan oleh para demonstran untuk mengantisipasi jika mereka membutuhkan perawatan medis yang mendesak atau terbunuh dalam aksi.
Namun Kyal Sin tak hanya memberi informasi itu. Dalam unggahan terakhirnya di media sosial Facebook pada Minggu (28/2), ia menawarkan untuk menyumbangkan organ tubuhnya kepada siapapun yang membutuhkan.
"Jika perlu, Anda dapat menghubungi saya dengan bebas di nomor telepon ini kapan saja," tulis Jia Xi. "Saya bisa menyumbangkan (organ saya) jika saya meninggal. Jika seseorang membutuhkan bantuan segera, saya dapat menyumbang bahkan jika itu menyebabkan kematian saya."
Postingan tersebut memperoleh 127.000 likes dalam beberapa jam setelah berita kematiannya di Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar.
Kematian Deng Jia Xi tak membuat gentar pengunjuk rasa
Dikutip dari Reuters, salah seorang demonstran lain yang juga turun ke jalan mengenang Deng Jia Xi sebagai seorang perempuan muda pemberani. Myat Thu menyebut Deng Jia Xi menendang saluran air hingga terbuka agar para pengunjuk rasa bisa mencuci gas air mata dari mata mereka. Ia bahkan melemparkan kembali tabung gas air mata ke arah polisi.
“Ketika polisi melepaskan tembakan, dia mengatakan kepada saya 'Duduk! Duduk! Kamu bisa terkena peluru. Jangan berdiri seperti sedang di atas panggung begitu”, kenang Myat Thu, 23. "Dia merawat dan melindungi orang lain sebagai seorang kawan."
Sebelum serangan polisi, dalam sebuah video terdengar Angel berteriak, "Kami tidak akan lari" dan "darah tidak boleh ditumpahkan".
Saksi mata lain, Ye Htet, seorang fotografer yang berada di kerumunan saat Angel ditembak berkata bahwa ia mendengarnya berkata “kita harus menang”. Ia tak memiliki rasa takut kata Htet, “Dia melakukan yang terbaik. Kita tak akan pernah melupakannya.”
Min Bo, seorang demonstran lain, mendeskripsikan Angel sebagai sosok yang “kuat, bernergi, dan polos”. Ia mengatakan pembunuhan Angel telah memicunya untuk terus menentang junta militer.
“Saya menghormatinya karena berani di garis pertahanan. Saya tidak akan membiarkan hidupnya sia-sia. Kami akan melawan revolusi ini untuk menang. Kami harus menang, ”katanya.
Deng Jia Xi kini telah berpulang. Proses pemakamannya dilakukan pada Kamis (4/3) lalu di Mandalay. Dikutip dari Channel News Asia, para peziarah didominasi oleh remaja seusianya. Mereka mendoakan, menyanyikan nyanyian protes terhadap Junta Militer, serta mengangkat salut tiga jari yang jadi simbol pemberontakan Myanmar.
Kematian Deng Jia Xi boleh membuat dunia bersedih. Tapi yang terpenting adalah keseriusan semua pihak untuk menuntaskan segala kejahatan kemanusiaan agar tak ada lagi nyawa penerus generasi yang harus melayang.
Selamat beristirahat Angel, perjuanganmu akan kami lanjutkan.
Baca juga: Diana Trujillo, Migran Asal Kolombia di Balik Misi Penjelajahan Mars NASA
THE TELEGRAPH | REUTERS | THE STRAITS TIME | THE HINDUSTAN TIMES | CHANNEL NEWS ASIA | THE SYDNEY MORNING HERALD