CANTIKA.COM, Jakarta - Indonesia memiliki ragam seni budaya warisan leluhur dari Sabang hingga Merauke yang patut untuk dijaga dan dilestarikan, salah satunya adalah wastra tenun ikat Sekomandi. Tenun ini terdapat di daerah pegunungan, kecamatan Kalumpang yang secara administratif merupakan wilayah Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat.
Sesuai data Ahli Arkeologi, Keberadaan suku Kalumpang purba adalah suku dari Ras Austronesia Neolitikum yang dihuni penduduk asli, sebelum kedatangan orang-orang Proto Melayu 3600 tahun sebelum Masehi.
Seni budaya leluhur yang melekat pada suku Kalumpang yang masih terjaga hingga kini yakni tradisi menenun yang dikenal dengan tenun ikat tradisional Sekomandi.
Zaman dahulu kala selain dibuat untuk kepentingan sendiri, tenun ikat ini juga menjadi alat tukar bernilai tinggi. Biasanya dibarter dengan beberapa hewan peliharaan seperti kerbau.
Keunikan kain tenun Ikat Sekomandi, terdapat pada pola warna dan struktur kain. Dimana semua proses pengerjaannya dilakukan dengan tangan atau ditenun dengan menggunakan alat-alat tradisional lainnya. Dibutuhkan waktu berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan-bulan untuk memproduksi sehelai kain tenun ikat Sekomandi.
Proses pewarnaan pada ikat Sekomandi menggunakan cabai dan kemiri serta beberapa akar tumbuhan untuk membuat perekat warna dasar, yang dilumurkan kedalam kapas setelah ditumbuk pada lesung, dan dimasak bersama benang kapas tersebut, lalu kemudian dijemur selama 30 hari. Proses ini dilakukan agar supaya warna dalam ikat sekomandi tidak luntur.
Keunikan kain tenun Ikat Sekomandi dari Mamuju, Sulawesi Barat terdapat pada pola warna dan struktur kain/Foto: ISEF
Benang yang sudah diberi warna dasar berwarna cream kekuning-kuningan.
Setelah itu benang kemudian diikat per kelompok sekitar 12 Helai benang yang diikatkan pada alat yang disebut Katadan.
Selain itu, untuk menciptakan motif tertentu, sang penenun sebelumnya tidak membuatkan pola atau sketsa pada benang yang diikat pada katadan. Namun, pembuatan pola motif dan sketsa terjadi dalam pikiran dan imajinasi penenun.
Motif yang dibuat bukan sembarang motif tetapi motif - motif tersebut ada jenisnya dan memiliki makna. Diantaranya ada Motif Ba'ba Diata yang merupakan motif tertinggi dalam kehidupan suku orang Kalumpang diikuti motif-motif lainnya seperti, Lele Sepu', Ulu Karua Lepo, Ulu Karua Barinni, Pori Dappu, Tosso' Balekoan, Tonoling, dan motif Toboalang. Sementara pada koleksi kali ini adalah motif Ulu Karua Barinni'
Saat ini, sudah tidak banyak orang yang bisa menenun kain ikat sekomandi. Oleh karena itu diperlukan perhatian khusus agar kain warisan leluhur ini tetap lestari. Apalagi motif tenun ikat dari Kalumpang dikenal sebagai salah satu ragam motif tertua di dunia.
Untuk melestarikan wastra ini dan membuatnya bisa digunakan dan dikembangkan difashion, karena selama ini untuk sebuah look yang lebih ringan dan tidak terlalu berat kesannya sehingga bisa dipakai oleh mereka yang dinamis dan aktif pada generasi sekarang.
Fashion designer Alvy Oktrisni memberikan sentuhan sekomandi yang lebih global taste pada design koleksi terbaru yang berjudul "Hidden Treasury" pada event ISEF 2021 ini.
Berdasarkan suara dari konsumen juga yang menginginkan tampilan modern, dinamis bernuansa etnik namun tidak "too much" walaupun sifatnya tenun ikat yang tebal tapi masih nyaman dikenakan dan lebih "global look".
"Untuk cutting yang digunakan seperti biasa Vee house by Alvy Oktrisni berpola "zero waste concept" yang tentu saja sesuai dengan 3 pilar "sustainable fashion" yaitu keseimbangan antara "People, Planet, dan Profit". Pemilihan warna pada koleksi ini adalah warna wana mengarah natural yang memakai material seperti linen, katun, wol dan suede." ucap Alvy dalam konferensi pers, Kamis 28 Oktober 2021.
Baca: Didiet Maulana x Lasouk Rilis 3 Sajadah Premium Tenun Ikat