CANTIKA.COM, Jakarta - Kisah cinta Felicia Tissue dan Kaesang Pangarep yang terjalin selama lima tahun kandas sempat mewarnai sorotan publik pada Maret lalu. Menurut Felicia saat itu, putra bungsu Presiden Jokowi yang berencana menikahi Felicia bulan Desember 2020.
Namun, sudah sejak dua bulan lalu tidak memberi dan menghilang atau dikenal juga dengan istilah ghosting. Imbas dari ghosting ialah kondisi patah hati. Bicara perihal patah hati dan kegagalan hubungan memang sudah bukan hal yang asing lagi, tapi jarang dari kita yang sadar kalau ternyata hal ini bisa berdampak pada kesehatan mental.
Salah satunya seperti memutuskan hubungannya dengan cara yang tidak ideal. Hal itu dikatakan Felicia dalam Instagram Live #RealTalk Ibunda bersama Spesialis Kesehatan Jiwa Dokter Jiemi Ardian, Jumat, 26 November 2021.
Felicia mengatakan hubungan tanpa penyelesaiannya tidak ada yang baik, prosesnya harus menerima secara pelan-pelan sekali. "Waktu itu aku rasanya kaget, gemetar, benar-benar rasa takut karena mendadak," ungkapnya.
Padahal, lanjut dia, komunikasi mereka sudah baik dan punya rencana ke step selanjutnya, lalu kedua belah pihak keluarga sudah saling bertemu. Lalu begitu saja hilang, jangankan ada penjelasan, bagaimana mengomunikasikan penyelesaian juga tidak.
"Rasanya memang berpengaruh ke self-esteem dan jujur tidak mudah menjalani saat itu, sebab saat itu benar-benar terdampak secara fisik dan mental," ungkap Felicia yang juga Ambassador of Project Sidekick ini.
Menanggapi ungkapan Felicia, Dokter Jiemi mengatakan dalam sebuah hubungan, akhir atau kejelasan jika selesai memang dibutuhkan agar kedua belah pihak merasa ada kepastian. Sebab, kalau tidak ada hal itu akan membuat seseorang kebingungan, bukan hanya soal status tetapi juga identitas dan self-esteem.
"Jadi kalau diakhiri tanpa penjelasan ya akan terganggu bagaimana orang itu akan memandang dirinya sendiri dan terus bertanya apa salah kita," terangnya.
Perlu diketahui kalau masa menerima orang pada suatu masalah itu berbeda-beda. Salah satu cara menghadapinya dengan perlu terkoneksi dengan orang lain yang mengerti akan rasa sakit yang kita rasakan, bukan terburu-buru membuat kita bahagia padahal rasanya masih sakit.
"Lari dan mencari cara instan tidak bisa membantu kekecewaan yang orang lain rasakan. Kita bisa meletakkan value di tempat yang sama sebagai individu yang utuh dan berharga, dengan atau tanpa hubungan misalnya," lanjut Dokter Jiemi.
Baca: Felicia Tissue Bicara Soal Prinsip Hidup: Setiap Kata Dipertanggungjawabkan