Indonesia Masih Butuh 600 Ribu Talenta Digital Setiap Tahun

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Mitra Tarigan

google-image
Ilustrasi wanita karir. Foto : Freepik

Ilustrasi wanita karir. Foto : Freepik

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Pekerjaan talenta digital semakin dibutuhkan di tanah air. Hasil penelitian Bank Dunia menyebutkan bahwa Indonesia membutuhkan 9 juta talenta digital dalam kurun waktu 2015-2030. Hal ini berarti dalam setahun, Indonesia butuh 600 ribu orang.

Dengan banyaknya start up yang bermunculan, tentu talenta digital sangat dibutuhkan untuk mengembangkan perusahaan itu. Selain itu, sejumlah bidang dalam perusahaan tentu membutuhkan peran para talenta digital. Beberapa industri yang memelurkan peran talenta digital adalah industri marketing, bisnis, analisis hingga ranah industri 4.0.

Vice President HC Workforce Solution and Enabler Telkomsel Harris Wijaya membenarkan soal tingginya kebutuhan para talenta digital tersebut. Harris menyebut dari survei 11 negara tahun 2019, Indonesia berada diurutan kesembilan dengan hanya memiliki 0,2 persen jumlah talenta digital. Jumlah itu jauh di bawah Singapura yang berada di peringkat pertama dengan jumlah talenta digital hampir 5 persen dari jumlah penduduknya. “Lima tahun yang lalu mungkin kita belum kepikiran untuk mencari beberapa talenta digital yang ada saat ini. Misalnya talenta digital untuk big data spesialist, fintech enggineers dan beberapa pekerjaan yang lain. Namun saat ini talenta digital itu sangat dibutuhkan,” kata Harris dalam keterangan persyang diterima Cantika pada 21 Maret 2022.

Harris mengakui jika tren dari sektor telekomunikasi akan semakin mempengaruhi kebutuhan talenta digital di Indonesia yang makin beragam dan berkembang. “Dulu hanya ada pesan singkat hingga telepon suara dan kini Telkomsel sudah menjangkau kebutuhan pelanggan untuk menonton film, bermain game hingga bekerja. Nantinya kemungkinan akan berkembang lagi,” ujarnya.

Harris menyatakan jika pihak Telkomsel juga bekerjasama dengan sejumlah pihak untuk mendapatkan talenta yang mumpuni. Misalnya saja Telkomsel bekerja sama dengan Telkom University untuk menyediakan talenta digital yang terbaik.

Senada dengan Harris, Wakil Rektor Telkom University Rina Puji Astuti menjelaskan berbagai pihak kini membutuhkan penyediaan talenta digital. Rina menyebutkan pihaknya juga telah menyiapkan sejumlah program studi untuk mendapatkan lulusan terbaik yang siap menjadi talenta digital. “Kurikulum di Universitas Telkom sudah sesuai dengan kebutuhan talenta digital yang ada saat ini mulai dari Artificial intelligence (AI) hingga big data. Bahkan sudah berpijak kepada Undang-Undang Online,” katanya.

Namun definisi talenta digital tidak hanya identik dengan anak muda yang baru lulus saja atau fresh graduate. Namun peran talenta digital yang sudah senior juga bisa menjadi sumber daya manusia yang sangat dibutuhkan. Para talenta digital yang saat ini sudah memiliki banyak pengalaman tersebut juga harus mau berubah, mampu beradaptasi, belajar hal baru dan menjadi bagian dari kapal transformasi yang harus mau berubah.

Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Usman Kansong juga menyebut perubahan yang terjadi dalam transformasi digital harus dilalui Bersama-sama. ”Transformasi digital niscaya adalah keperyaan, terlibat atau terlibas,” katanya.

Hal yang Usman Kansong katakan ini tentu saja merujuk kepada talenta digital yang sudah berpengalaman atau pun yang baru lulus sekolah. Semuanya harus bersiap menghadapi perubahan dengan mempelajari semua hal yang baru dan yang dibutuhkan di era ekosistem digital.

Hal senada juga dikatakan Head of Corporate Communications Google Indonesia Jason Tedjakusuma yang menyebut banyak orang akhirnya menjadi pengangguran karena tidak memiliki kecakapan digital. “Untuk itu Google mengadakan program Work With Google yang bisa mengupdate semua perkembangan digital bagi semua orang,” katanya.

Baca: Pekerjaan Bidang TI Semakin Diminati, Ini 5 Bagian yang Paling Diburu

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."