CANTIKA.COM, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Nia Umar mengapresiasi wacana pemberian cuti melahirkan 6 bulan dalam Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak.
Ia menuturkan, ada sejumlah alasan aturan ini perlu didukung. Yaitu seorang ibu membutuhkan waktu yang lama untuk belajar mengenali peran barunya. “1,5 bulan tidak cukup. Kalau sesar, itu masih nyeri sudah balik kerja. Kalau 6 bulan, anak dapat haknya ASI eksklusif,” kata wanita berusia 43 tahun kepada Tempo, Kamis, 23 Juni 2022.
Meski menyambut baik, Nia turut memberikan sejumlah catatan yang perlu diperhatikan pemangku kebijakan. Salah satunya mengenai kekhawatiran bahwa cuti melahirkan 6 bulan akan menghilangkan hak perempuan untuk bekerja.
Ia menyarankan agar Indonesia mencontoh Vietnam. Negeri naga biru itu sudah lebih dulu menerapkan cuti maternitas 6 bulan. Profil negara itu juga mirip dengan Indonesia, yaitu memiliki banyak tenaga kerja perempuan di pabrik. Nyatanya, kata Nia, pemberlakuan cuti itu tak mengganggu perekonomian negara.
Ibu dengan empat anak ini mengungkapkan, salah satu keberhasilan penerapan aturan ini di Vietnam adalah komponen gaji untuk cuti melahirkan yang turut ditanggung pemerintah. “Jadi tidak membebani ke semua perusahaan. Ini penting supaya perempuan tidak dapat diskriminasi,” ucapnya.
Hal berikutnya yang dicermati Nia adalah bagaimana program pemerintah yang lain bisa bersinergi dengan aturan cuti maternitas. Sebab, cuti melahirkan ini diatur dalam RUU KIA, sementara pengusaha merujuk pada UU Ketenagakerjaan. Selain itu, dengan aturan sekarang yang memberlakukan cuti 3 bulan saja, banyak ibu pekerja yang kesulitan memanfaatkannya.
Di samping itu, Nia menilai program keluarga berencana juga bisa digalakkan kembali untuk mendukung cuti melahirkan 6 bulan. Ia mencontohkan, jumlah usia produktif wanita pekerja bisa mencapai 25 tahun. Jika hanya memiliki dua anak, maka ibu pekerja bisa memberikan ASI eksklusif selama 1 tahun. Sisa masa produktifnya, kata Nia, hanya 24 tahun. “Satu tahun itu tidak ada apa-apanya dibandingkan anak ini mendapat hak menyusui, kualitas hidup lebih baik, SDM juga lebih baik,” kata dia.
DPR RI menyepakati rancangan undang-undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) untuk dibahas lebih lanjut menjadi undang-undang. Ketua DPR RI Puan Maharani menyebut, RUU ini dirancang untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang unggul.
Kesepakatan RUU KIA untuk dibahas lebih lanjut menjadi undang-undang dan dibahas bersama Pemerintah diambil dalam Rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR pada Kamis, 9 Juni 2022. Keputusan ini akan dibawa dalam Sidang Paripurna DPR selanjutnya.
Baca: Puan Maharani Dorong Cuti Hamil jadi 6 Bulan, Simak Alasannya
FRISKI RIANA