CANTIKA.COM, Jakarta - Durasi singkat dari film pendek tak membuat tingkat kesulitannya jauh berkurang dibandingkan membuat film panjang. Baik film pendek maupun film panjang memiliki tantangan tersendiri, yang pasti setiap sutradara pasti ingin mengarahkan agar makna dan pesan dalam film bisa tersampaikan kepada penonton. "Targetnya harus jelas, kepala dan hati penonton. Kepala penonton adalah logika, jadi harus masuk akal... Sementara hati, kita harus memasukkan rasa dalam film," kata sutradara Danial Rifki dalam webinar Anti Corruption Film Festival (ACFFEST) 2022, Jumat 12 Agustus 2022.
Sutradara "La Tahzan" dan "Haji Backpacker" ini menjelaskan, membuat film yang masuk akal berarti cerita yang diangkat harus masuk ke logika penonton, apa pun genrenya. Meski genre yang diangkat adalah fantasi atau pahlawan super, harus ada aturan masuk akal dalam dunia yang digambarkan. Jika ceritanya tak masuk akal untuk penonton, jangan berharap pesan di dalamnya akan tersampaikan.
Bicara soal menargetkan hati penonton, sutradara peraih Penulis Skenario Cerita Asli Terbaik Piala Citra 2012 untuk film "Tanah Surga Katanya" ini mengatakan bahwa perasaan dalam film harus bisa ikut bergaung di hati penonton. Jika cerita yang diangkat adalah tentang kesedihan, maka harus terbit rasa haru di hati penonton. Bila cerita dalam film menakutkan, tentu penonton harus merasa tercekam.
Ia mengibaratkan film pendek dan film panjang seperti jurus yang disiapkan ketika akan bertinju di ring. Saat membuat film panjang, jurus dan serangan yang disiapkan bisa bervariasi karena durasinya lama. Sebaliknya, saat membuat film pendek, "jurus" yang disiapkan adalah serangan pilihan yang terbaik. Ringkas tapi efektif. "Film pendek tak ada banyak waktu, ibarat tanding cuma ada waktu sekali tonjok biar penonton pingsan," ujar dia.
Pesan yang disampaikan dalam film pendek tentunya pesan tunggal yang harus bisa dipahami lewat satu atau dua peristiwa. Sutradara harus memilih visualisasi mana yang paling efektif untuk menyampaikan pesan tersebut.
Profesi sutradara, lanjut dia, membutuhkan ilmu dari lintas disiplin. Dia mengutip aktor dan sutradara Slamet Rahardjo Djarot yang mengatakan sutradara harus mengerti berbagai hal, mulai dari psikologi, sosiologi sampai antropologi dalam berkarya. "Agar kita tidak salah dalam menyampaikan budaya tertentu dalam karakter tertentu, memang multidisiplin," katanya.
Ia menambahkan, sutradara adalah pengamat kehidupan sehingga orang-orang yang ingin belajar membuat film diajak untuk menghidupkan sensitivitas dimulai dari ruang terdekat. "Kita harus coba memberi makna dari peristiwa di depan kita," katanya.
Belajar juga dapat dilakukan dengan menonton banyak film, kemudian mempelajari lukisan-lukisan atau foto-foto yang punya kekuatan cerita. Perasaan yang ditangkap saat mengamati sebuah lukisan atau foto dapat menjadi inspirasi dalam membuat "storyboard" film. Kiat lainnya dari Danial dalam memastikan efektivitas adegan-adegan adalah dengan menonton film dengan audio yang dimatikan.
"Bisa paham enggak dari shot by shot? Itu juga metode untuk mengetahui apakah shot efektif atau tidak. Jika sudah bisa dipahami, tentu ketika ditambah dengan suara penceritaan lebih efektif," KATAnya.
KPK kembali menggelar Anti Corruption Film Festival (ACFFEST) 2022 bertajuk "Anti-Corruption Movement Through New Media" dengan tema utama "Berawal dari Kita, Bangkit, dan Bergerak untuk Bersama Melawan Korupsi".
ACFFEST tahun ini memiliki kompetisi film pendek, kompetisi ide cerita, international movie screening, movie camp, movie day, seminar web (webinar), dan malam penghargaan (awarding night). "Kami harap webinar ini bisa menambah wawasan dan kompetensi teman-teman dalam pembuatan film pendek," kata Wuryono Prakoso, Kepala Satuan Tugas Kampanye Antikorupsi KPK.
Baca: Rilis Film Pendek All Too Well, Taylor Swift Jadi Sutradara dan Cameo