CANTIKA.COM, Jakarta -
"Ah perempuan saja yang pakai kondom."
"Perempuan, kan, banyak pilihan alat kontrasepsinya."
"Lelaki lebih nyaman kalau enggak pakai kondom."
"Kondom melegalkan pergaulan bebas."
Apakah Anda familar dengan celetukan di atas. Ya, kira-kira begitulah kondom di mata masyarakat awam. Kesadaran masyarakat, termasuk para pria, masihlah jauh dari panggang dari api. Persoalan relasi kuasa ditengarai masih berlaku di masyarakat, bahwa lelaki bisa memilihkan alat kontrasepsi untuk istri. Sebaliknya, istri yang juga sebagai subjek, lalu menerima pilihan memakai alat kontrasepsi yang seringkali berefek bagi kesehatan.
Belum lagi bicara masalah stigma kalau awareness soal kondom itu kerap menuai kontroversi. Seperti yang diunggah oleh Ernest Prakasa melalui laman Instagramnya, menurut dia penggunaan kondom selain bisa mencegah kehamilan juga bisa mencegah berbagai infeksi seksual termasuk HIV. Ernest tidak menutup mata jika menurut data World Health Organization (WHO) sebanyak 37,5 persen kehamilan di Indonesia adalah kehamilan yang tidak direncanakan.
Begitu pula yang dikatakan Vian Everdeen, masih ada stigma kalau beli atau pakai kondom itu artinya mau atau sering jajan. "Nah, stigma seperti itu yang kadang menghantui sebagian besar konsumen, dan anehnya banyak terjadi pada usia 30an ke atas," ungkap pria 31 tahun saat dihbungi melalui pesan instan, Selasa, 27 September 2022.
Ilustrasi alat KB atau kontrasepsi (Freepik)
Menyoal stigma juga dikatakan oleh Titu Eka Parlina, menurutnya kondom masih dianggap sekadar pencegah kehamilan atau bagian dari alat kontrasepsi. Bahkan sepertinya pembahasan kondom itu tabu untuk dibicarakan di kalangan generasi muda karena dianggap mendukung seks bebas di kalangan remaja.
"Kebanyakan orang menganggap kondom digunakan untuk melegalkan pergaulan bebas. Padahal kondom juga bisa melindungi seseorang dari penularan penyakit kelamin," lanjut salah satu staf pengajar SMK swasta di Bantul melalui pesan instan.
Begitu pula menurut Ferdi, pria 42 tahun ini mengatakan jika fungsi kondom tergantung siapa yang memakai, kalau yang memakai memang untuk tujuan alat kontrasepsi ya tentu berbeda dengan yang punya tujuan untuk melakukan seks bebas. "Salah satu tujuan misalnya dengan mendukung program keluarga berencana, tentu dengan pemakaian yang efektif," ucapnya yang dihubungi melalui pesan instan. .
Padahal, lekaki mempunyai andil besar dalam menjaga kesehatan seksual, mencegah kehamilan tidak direncanakan dan juga pencegahan terhadap infeksi menular seksual. Peranan besar tersebut dapat tercapai apabila lelaki menyadari bahwa kondom adalah kebutuhan kesehatan yang mendasar bagi lelaki dewasa.
Namun, hingga saat ini hanya sebesar 3,12 persen pria dari total pengguna kontrasepsi di Indonesia yang menggunakan kondom Padahal, faktanya kondom adalah satu-satunya alat kontrasepsi yang memiliki fungsi perlindungan ganda mencegah kehamilan dan infeksi menular seksual.
Benarkah Tidak Nyaman Pakai Kondom?
Tak heran, lanjut Vian, jika selama ini penggunaan kondom di indonesia sendiri menurutnya masih kurang efektif, apalagi dari sisi penggunanya. Di samping itu para pengguna ini memang menggunakan untuk kontrasepsi, tetapi sebagian lagi enggan menggunakan karena dirasa terlalu ribet. Padahal sangat berfungsi untuk mencegah berbagai kemungkinan yang terjadi.
"Rasanya ribet, canggung, dan saat melakukan hubungan terasa jadi kurang menikmati. Jadi, dengan pengalaman yang sesuai dengan umurnya, kebanyakan lebih memilih untuk pakai teknik lain," imbuh Vian yang juga Tarot Reader ini.
Ilustrasi pasangan bercinta. Shutterstock
Rasa tidak nyaman itulah yang juga dikuatkan oleh Ferdi yang merasa seperti ada halangan jika memakai saat berhubungan dengan pasangan sah. "Yah intinya kenyamann yah, kalau memang pasangan sah yah mengapa mesti pakai kondom kan masih banyak cara lain, Beda halnya kalau aktif seksual di luar pasangan misalnya. Jadi semacam perisai dari penyakit menular seksual," tambah dia.
Dari sudut pandang perempuan, menurut Titu alasan lelaki tidak nyaman menggunakan kondom karena mengurangi sensitifitas alat vitalnya atau menganggap kurang praktis. "Ya mungkin ada kaitannya dengan momen berhubungan. Pakai kondom kan ya butuh waktu, dan bisa saja sedikit menjeda kegiatan inti yang efeknya mungkin menurunkan sedikit nafsu. Mungkin, ya. Karena pake jeda," jelas ibu dua anak ini.
Seksolog klinis atau psikolog seksual Zoya Amirin pun angkat bicara. Berdasarkan penelitian yang pernah dikerjakannya kepada kurang lebih seratus pria, memang banyak yang mengatakan bahwa mereka takut menggunakan kondom karena nantinya akan ada gangguan atau halangan yang dirasakan saat penetrasi.
Namun yang perlu digarisbawahi, ketakutan tersebut justru muncul sebelum dicoba. “Banyak sekali orang bilang enggak suka pakai kondom karena kurang enak. Tapi mereka sebenarnya belum coba. Mereka hanya dengar dari kata orang dan jadinya tidak merasakan sendiri,” katanya dalam live Instagram bersama @halodkt pada Sabtu, 20 Juni 2020.
Menurut Zoya, pendapat tersebut harusnya dipatahkan. Terlebih di zaman yang semakin modern dengan kemajuan teknologi, kondom pun telah diciptakan sesuai dengan kebutuhan. Contohnya saja sudah ada berbagai varian rasa kondom bak makanan. Bentuk dari kondom sendiri berbeda-beda.
“Sekarang banyak sekali kondom yang bergerigi dan agak grenjel seperti bulat-bulat. Berdasarkan penelitian saya juga kepada para wanita, kondom yang demikian justru bisa menambahkan kenikmatan di vagina karena ada variasi tersendiri,” jelasnya.
Kondom palsu. Sumber: Pixabay/asiaone.com
Edukasi Sejak Masa Remaja Perlu Dilakukan
Oleh sebab itu, agar informasi penggunaan kondom terakses semakin luas dan memberikan kesadaran bagi lelaki dengan memilih kondom sebagai alat kontrasepsi, tentu dibutuhkan edukasi. Vian mengatakan, cara penyampaian kepada peserta seminar atau kampanye, terutama bagi kaum boomers. Dengan mengedukasi tentang penggunaan kondom, paling tidak 75 persen ilmunya bisa diserap oleh khalayak umum.
Secara lebih spesifik, Ferdi menambahkan jika edukasi bisa dilakukan di perguruan tinggi, media sosial atau pihak swasta. "Kalau saya menilai edukasi masih belum tepat, yah," imbuhnya.
Berbeda dengan Titu, edukasi soal kondom bisa dimulai sejak remaja, bangku SMA, sebab menurutnya selama ini remaja masih sungkan untuk bertanya dan bicara masalah seksual dengan orang tua atau keluarga. Biasanya mereka lebih nyaman jika bertanya dengan orang lain yang membuat mereka nyaman.
"Mungkin sebaiknya kampanye bisa menggunakan medsos yang sekarang banyak digunakan oleh remaja seperti TikTok dan Instagram. Atau ada hotline service khusus konsultasi remaja soal seks ataupun penyakit infeksi menular seksual tanpa mereka merasa takut identitasnya dibuka di umum," paparnya.
Pendidik juga orang tua, menurut Titu juga harus terbebas dari prasangka negatif ketika ada remaja yang bertanya seputar masalah seksual. Bagaimana mereka bisa curhat atau konsultasi, ketika pertanyaan seputar seks kemudian seperti menjadi label bahwa mereka remaja nakal yang melakukan seks bebas
Padahal, bangku SMA, menurut Titu menjadi salah satu momen remaja hamil di luar nikah. Mereka bisa membentuk semacam kelompok kecil. Pisahkan gender laki dan perempuan. Biar ketika konsultasi lebih nyaman. Lalu bisa share angket dulu ya, nanti kelompokan mereka berdasar jawaban yang mereka berikan.
"Baiknya, sih, kalau mau netral jangan pihak sekolah yang melakukan itu. Biar remaja lebih lepas bicaranya. Atau kalau harus pihak sekolah, ya guru Bimbingan dan Konseling yang memahami psikologi anak dan remaja," saran perempuan kelahiran 1977 ini.
Berdasarkan keresahan di atas, melalui momentum Hari Kontrasepsi Sedunia yang jatuh pada 26 September kemarin, Senior Brand Manager Kondom Sutra, David Dwi Santoso mengatakan penggunaan kondom juga membiasakan para lelaki untuk lebih bertanggung-jawab dan tidak egois. Karena selama ini, kesadaran penggunaan alat kontrasepsi titik-beratnya ada pada perempuan.
"Untuk menyukseskan program kondom sebagai sebuah alat kesehatan yang memiliki manfaat positif, dibutuhkan partisipasi dan kesadaran masyarakat secara menyeluruh. Karena hingga saat ini, program tersebut masih terkendala beberapa hal, seperti: Masyarakat yang masih menganggap tabu terhadap pendidikan kesehatan seksual reproduksi serta stigma terhadap kondom," ujarnya melalui siaran pers yang diterima, Selasa 27 September 2022.
Baca: Atur Jarak Kehamilan, BKKBN Targetkan 70 Persen Ibu Gunakan Alat Kontrasepsi
SILVY RIANA PUTRI
Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika