CANTIKA.COM, Bandung - Sebagai acara unggulan dari Universitas Kristen Maranatha, Evolusia Fashion Show dan Expo hadir setiap tahun untuk memamerkan karya akhir mahasiswa Desain Mode. Berawal dari tahun 2012, nama Evolusia digunakan karena mengandung makna ‘perubahan’ (evolusi) dan ‘cahaya’ (lusia). Acara ini diharapkan dapat menjadi titik tolak bagi para mahasiswa untuk bersinar, sehingga ketika masuk ke dunia profesi, mereka semakin bercahaya lewat karya dan karakternya masing-masing.
Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Kristen Maranatha, Irena Vanessa Gunawan mengatakan dengan adanya pandemi pada tahun 2020 dan 2021, Evolusia Fashion Show tetap berevolusi dan beradaptasi dengan situasi sehingga berlangsung secara daring. Pada tahun 2022 ini EVOLUSIA merayakan hari jadinya yang ke-12 dengan menghadirkan koleksi dari 23 mahasiswa tingkat akhir. Konsep Evolusia terus berkembang dan menjawab perkembangan zaman dengan mengusung tema co-creation. Untuk pertama kali setelah pandemi, Evolusia dapat dinikmati secara langsung di InterContinental, Dago Pakar, Bandung.
"Belatar belakang semangat untuk bangkit dari segala keterbatasan yang mau tidak mau dihadapi oleh dunia selama pandemi, manusia semakin menyadari bahwa diperlukan kolaborasi untuk bertahan dan menciptakan ekosistem kehidupan yang lebih baik. Co-creation berakar dari kolaborasi dan kreasi, menunjukkan pentingnya kreativitas yang direalisasikan dengan kerja sama antar aktor. Ide-ide kreatif tidak akan memberikan dampak tanpa kreasi/realisasi dan dampak yang diberikan tidak luas tanpa kolaborasi," ucapnya saat konferensi pers, Kamis 8 November 2022.
Tahun ini sebagai bentuk refleksi tema Co-creation, Evolusia menghadirkan show
kolaborasi antara Fashion Design Maranatha bersama Asosiasi Perancang Pengusaha Mode
Indonesia atau APPMI. Akademisi berkolaborasi dengan praktisi dan asosiasi menghadirkan lebih dari 150 tampilan busana yang siap memperkaya eksistensi mode Indonesia dan dunia.
Sederet nama dan koleksi karya mahasiswa yang menyajikan fashion show sebagai tugas akhir antara lain, Vera Oktaviana yang menjadikan Topi Ti'i Langga sebagai inspirasi utama dari proyek akhir dengan judul “Solangga Dorindik” merupakan topi tradisional penduduk asli suku Rote dari kepulauan Rote Nusa Tenggara Timur.
Mahasiswa Universitas Kristen Maranatha berkolaborasi dengan praktisi menghadirkan lebih dari 150 tampilan busana yang siap memperkaya eksistensi mode/Foto: Cantika/Ecka Pramita
Topi yang terbuat dari anyaman daun lontar dipercaya melambangkan sifat kepemimpinan,
keperkasaan, dan kewibawaan. Inspirasi utama kemudian dibalut dengan Indonesia trend
forecasting 2021/22 The New Beginning dengan tema spirituality.
Tren dan inspirasi dituangkan dalam tampilan koleksi dengan siluet A-line dengan menggunakan material kain linen dan kain baby canvas dengan nuansa warna-warna natural. Motif khas Suku Rote diimplementasikan pada busana menggunakan teknik embroidery, anyaman atau plait, opnaisel, dan teknik square macrame.
"Koleksi ini ditujukan bagi wanita perkotaan di wilayah tropis seperti Jakarta, Kupang, Surabaya dengan rentang usia 20-30 tahun,"ucap Vera.
Lalu yang kedua Verrel Widura yang terinspirasi dari negara di Afrika yang merupakan salah satu produsen utama berlian dimana serat asbes dapat secara tidak langsung tertambang. Hal itu mengakibatkan masalah kesehatan kepada para pekerja tambang
oleh karena paparan dari serat asbes tersebut.
Koleksi busana Ready-to-Wear yang berjudul Misery ini terinspirasi dari pengorbanan dan kesengsaraan dari para pekerja tambang di Afrika Selatan yang mempengaruhi kesehatan mereka. Koleksi ini mengadaptasi karakter dan siluet dari pakaian para pekerja tambang, visual dari serat asbes, dan warna dan bentuk dari hasil foto paru-paru pekerja tambang dengan pembesaran 40x melalui material seperti denim dan katun. Materialbahan seperti: fabric marbling, sublimasi kain, sablon DTF dan print laser.
Siluet yang dipilih mengacu pada Indonesia Trend Forecasting 2021/2022 dengan tema Essentiality yang berpijak pada kepedulian akan lingkungan, simetri, tenang namun tidak membosankan dengan bentuk yang nyaman dan warna natural.
Mahasiswa Universitas Kristen Maranatha berkolaborasi dengan praktisi menghadirkan lebih dari 150 tampilan busana yang siap memperkaya eksistensi mode/Foto: Cantika/Ecka Pramita
Rancangan Ready-to-Wear Menswear ini ditujukan untuk pria berusia 25-35 tahun yang tinggal di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya dengan karakter yang thoughtful dan confident. "Aku berharap, koleksi ini dapat menjadi alternatif busana menswear dan membangun awareness bagi para penggunanya bahwa kesejahteraan dan keselamatan para pekerja sangat penting baik dalam industri fashion maupun industri lainnya," ujarnya.
Kemudian, ketiga Audrey Kawilarang terinspirasi dari Cerita Rakyat Klasik Cina yang memiliki makna sastra "The Legend Of White Snake". Setiap look dalam koleksi inimewakili bentuk siluet busana dan karakter utama wanita dalam cerita. Meili De mengangkat karakter feminin dan aristocratic dengan penggunaan bahan yang agak tebal, mengkilap dan lembut seperti sutera, satin, dan jacquard. Eksplorasi tekstil yang digunakan adalah tie dye, embroidery dan smock.
Acuan tren berasal dari Indonesia Trend Forecasting 2021/2022 The New Beginning dengan subtema Spirituality-Twisted Classic. Koleksi ini menampilkan konsep elegan dengan keunikan yang menarik perhatian dengan siluet yang simple, minimalis, dan harmonis yang dilengkapi dengan warna-warna natural seperti broken white, ash blue dan red.
"Target market dari rancangan busana ini adalah wanita berusia 20-30 tahun, senang beraktivitas dalam kegiatan-kegiatan pertunjukkan, teater, aktris dan model. Koleksi ini terdiri dari empat look ready to wear yang dapat dikenakan untuk pakaian malam formal untuk pesta seperti event cocktail party dan pernikahan," paparnya.
Baca: Lebih dari Fashion Show, Spotlight Indonesia Tawarkan Konsep See Now Buy Now
Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika