CANTIKA.COM, Jakarta - Mengamati fenomena berita gaya hidup anak pejabat yang menyalahgunakan kekayaan orang tuanya, lantas bisa bertindak sewenang-wenang lantaran dipengaruhi pola asuh orang tua. Benarkah demikian?
Psikolog Anisa Cahya Ningrum membenarkan pernyataan tersebut. Menurutnya pola asuh menjadi salah satu faktor yang berkontribusi dalam pembentukan kepribadian seorang anak. Perilaku anak terbentuk dari cara-cara yang diajarkan oleh orang tua atau pengasuh yang ada di sekitar anak. Perilaku yang mendapat penguatan, akan membentuk kebiasaan dan yang akan secara otomatis dilakukan oleh anak.
"Ya, karena pola asuh mempengaruhi perilaku anak, maka yang perlu diperbaiki adalah aturan-aturan yang diterapkan oleh orang tua kepada anak. Perilaku mana yang layak untuk terus dikembangkan menjadi acuan bagi anak. Anak juga memerlukan role model dalam pembentukan kepribadiannya. Perilaku dan kebiasaan orang tua menjadi panutan bagi anak dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari. Berarti para orang tua perlu menyadari bagaimana gaya hidupnya selama ini, agar menjadi contoh yang baik bagi anak," ucap Anisa saat dihubungi Anisa melalui pesan instan, Jumat 17 Maret 2023.
Penyalahgunaan, tersebut tidak terlepas dari aturan-aturan yang diterapkan oleh orang tua. Anak tidak memahami batasan-batasan atas perilakunya, sehingga merasa memiliki kebebasan untuk melakukan apa saja sekehendak hatinya. Orang tua tidak secara konsisten memantau perilaku anak, sehingga ketika anak melakukan kesalahan-kesalahan tidak segera mendapatkan koreksi untuk berperilaku yang lebih baik.
Lantas, apa yang perlu dilakukan orang tua agar anak tidak terjebak dalam gaya hidup flexing atau pamer kekayaan?
1. Menerapkan aturan-aturan yang baik kepada anak, agar anak memahami mana perilaku yang layak dikembangkan, dan mana yang tidak. Orang tua perlu mengontrol diri, agar tidak terlalu permisif kepada anak. Orang tua yang selalu membolehkan semua keinginan anak, berisiko memiliki anak yang menghalalkan segala cara untuk memenuhi keinginannya tersebut.
2. Orang tua juga perlu mengajarkan kepada anak tentang konsep delay gratification, dimana anak diharapkan memiliki pemahaman bahwa segala sesuatu itu tidak selalu serta merta didapatkan. Jika kita ingin meraih sesuatu, maka ada proses yang perlu kita lalui, dan ada perjuangan yang perlu upayakan.
3. Perlu disadari oleh orang tua, bahwa setiap saat anak bisa menyaksikan apa yang dilakukan oleh orang tuanya. Perilaku orang tua adalah panutan bagi anak. Jadi meskipun keluarga memiliki privilese yang banyak, namun jika orang tua bisa mengontrol perilakunya, maka akan menjadi role model yang baik bagi ini. Demikian juga sebaliknya, anak akan mencontoh perilaku orang tua, jika yang disaksikan sehari-hari adalah perilaku bermewah-mewahan, maka anak merasa sah-sah saja untuk melakukan hal yang sama.
4. Orang tua juga perlu mengajarkan anak untuk berlatih empati terhadap orang lain. Bahwa tidak semua orang memilki privilese yang sama. Bahkan banyak orang yang sedang berjuang untuk menjalani hidupnya. Jangankan bermewah-mewahan, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja belum tentu tercukupi. Maka menumbuhkan rasa empati pada anak, perlu diajarkan sediini mungkin, agar anak bisa mengontrol perilakunya dengan memahami perasaan orang lain.
5. Selain mengajarkan anak untuk tidak bermewah-mewahan, orang tua juga perlu mencegah anak untuk tidak berperilaku sewenang-wenang kepada orang lain. Ini terkait dengan regulasi emosi yang perlu diajarkan sejak dini. Pada saat anak merasa jengkel, kecewa, dan juga marah, orang tua perlu melatihnya dengan pengelolaan ekspresi emosi yang sehat. Anak perlu mendapatkan contoh yang baik, bahwa kita sedang marah, kita tidak boleh menyakiti orang lain dan juga diri sendiri.
Pilihan Editor: Pola Makan dan Gaya Hidup Ini Bisa Menyebabkan Gangguan Tidur
Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika