CANTIKA.COM, Jakarta - Menurut sebuah studi yang dipresentasikan oleh ESC Acute CardioVascular Care 2023, yaitu sebuah pertemuan ilmiah dari European Society of Cardiology, menunjukkan bahwa lebih banyak wanita mengalami kecemasan selama empat bulan setelah henti jantung daripada pria. Lebih dari 40 persen wanita melaporkan kecemasan selama empat bulan setelah henti jantung, dibandingkan 23 persen pria .
"Henti jantung terjadi dengan peringatan yang sedikit atau tanpa peringatan dan sangat umum untuk merasa cemas dan rendah diri setelahnya," kata penulis studi Dr. Jesper Kjaergaard dari Rigshospitalet - Rumah Sakit Universitas Kopenhagen, Denmark, seperti dikutip dari Hindustan Times, pada Senin, 27 Maret 2023.
"Setelah syok dan kebingungan awal, pasien dan keluarga mereka mengalami perubahan yang tiba-tiba dalam cara hidup mereka, dengan investigasi medis untuk menentukan penyebab henti jantung dan dalam beberapa kasus mendiagnosis suatu kondisi yang memerlukan perawatan," jelasnya.
Hal ini dapat menambah stres dan kecemasan. Penelitian juga menunjukkan bahwa wanita lebih terpengaruh secara psikologis dan dapat menjadi target untuk mendapatkan dukungan ekstra."
Henti jantung menyebabkan satu dari lima kematian di negara-negara industri. Jantung tiba-tiba berhenti memompa darah ke seluruh tubuh dan jika aliran darah tidak dipulihkan dengan cepat, pasien akan pingsan dan meninggal dalam waktu 10 hingga 20 menit. Hanya kurang dari 10 persen orang yang mengalami henti jantung dapat bertahan hidup hingga keluar dari rumah sakit.
Kecemasan dan depresi sering terjadi setelah penyakit kritis dan sangat terkait dengan penurunan kualitas hidup pasien maupun keluarga pasien. Penelitian ini menilai prevalensi kecemasan, depresi dan gangguan stres pascatrauma (PTSD) pada pasien yang selamat dari henti jantung dan memeriksa apakah tingkat keparahan gejalanya berbeda antara wanita dengan pria.
Antara tahun 2016 dan 2021, penelitian ini melibatkan 245 pasien yang mengalami henti jantung dalam komunitas dan dirawat di rumah sakit dengan kondisi koma. Sekitar 18 persen dari pasien adalah perempuan.
Gejala psikologis dinilai selama kunjungan tindak lanjut selama empat bulan. Kecemasan dan depresi diukur dengan menggunakan Skala Kecemasan dan Depresi Rumah Sakit (HADS). Pasien memberikan skor 0 hingga 3 untuk seberapa sering atau kuat mereka mengalami 14 item seperti "Saya merasa panik secara tiba-tiba", dengan total 0 hingga 21 untuk kecemasan dan 0 hingga 21 untuk depresi.
Skor antara 8 hingga 10 menunjukkan kecemasan atau depresi batas, sementara 11 atau lebih tinggi menunjukkan kecemasan atau depresi. Gejala PTSD dinilai dengan menggunakan daftar periksa PCL-5.7 Responden menilai 20 gejala dari 0 ("tidak sama sekali") hingga 4 ("sangat") dengan total skor 0 hingga 80, dengan 31 hingga 33 mengindikasikan kemungkinan PTSD.
Rata-rata skor HADS adalah 2,7 untuk depresi dan 4,8 untuk kecemasan. Skor depresi dan kecemasan secara signifikan lebih tinggi pada wanita (masing-masing 3,3 dan 6,1), dibandingkan dengan pria (masing-masing 2,6 dan 4,5).
Sementara itu, skor kecemasan 8 atau lebih ditemukan pada 43 persen wanita dan 23 persen pria. Melihat hasil kecemasan secara lebih rinci, 23 persen wanita memiliki skor 8 hingga 10 dibandingkan dengan 11 persen pria, sementara 20 persen wanita memiliki skor 11 atau lebih dibandingkan dengan 12 persen pria.
Perempuan memiliki tingkat PTSD yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki (skor rata-rata 33 vs 26). Baik pada pria maupun wanita, kecemasan berkorelasi secara signifikan dengan gejala PTSD.
Dr. Kjaergaard mengatakan: "Temuan ini mengkonfirmasi pengalaman kami dalam praktik klinis bahwa efek psikologis dari henti jantung bertahan selama berbulan-bulan. Kecemasan sering terjadi, terutama pada wanita."
"Hasil penelitian kami menyoroti perlunya tindak lanjut jangka panjang bagi para penyintas henti jantung untuk mengidentifikasi dan mengobati masalah kesehatan mental. Pasien harus didorong untuk memberi tahu tenaga kesehatan mereka tentang kecemasan, depresi dan stres yang terkait dengan serangan jantung," lanjutnya. Sebagai penutup, penelitian di masa depan diperlukan untuk menyelidiki apakah berbicara dengan profesional dapat membantu meringankan gejala psikologis.
Pilihan Editor: Mengenal Kondisi Henti Jantung Seperti yang Dialami Putri Nurul Arifin
WIDYA FITRIANINGSIH | HINDUSTAN TIMES
Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika