CANTIKA.COM, Jakarta - DKI Jakarta saat ini menghadapi masalah serius dengan kualitas udara yang sangat buruk. Menurut IQAir tingkat pencemaran udara di Ibu Kota mencapai angka 167, masuk dalam kategori tidak sehat. Hal ini menjadikan DKI Jakarta sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia.
Salah satu indikator utama dari polusi udara adalah konsentrasi partikel PM2.5. Dalam hal ini, konsentrasi PNM 2.5 di Jakarta saat ini mencapai 46,1 µg/m³. Angka ini menunjukkan bahwa kualitas udara di Jakarta 9,2 kali lipat di atas nilai panduan kualitas udara tahunan yang ditetapkan oleh WHO. Tingkat polusi udara yang tinggi memiliki dampak negatif yang signifikan pada kesehatan kulit.
Dokter Arini Astasari Widodo, SpKK,menekankan pentingnya meningkatkan kesadaran tentang potensi bahaya yang dapat ditimbulkan oleh polusi terhadap organ penting pada tubuh kita – kulit, yang merupakan organ terluas dan terluar. Kulit merupakan barrier pertama dari tubuh kita yang akan terkena dampak polusi yang pertama.
Polusi udara dapat menyebabkan berbagai efek merugikan pada kesehatan kulit. Partikulat zat halus, misalnya, dapat menembus jauh ke dalam kulit, memicu stres oksidatif dan peradangan. Partikel-partikel polutan yang terdapat dalam udara dapat menyebabkan masalah kulit seperti peradangan, iritasi, dan munculnya berbagai jenis gangguan kesehatan kulit.
Dokter yang merupakan konsultan medis dari Dermalogia Klinik ini menjelaskan bahwa kulit yang terpapar dengan polutan seperti partikel debu, gas buang kendaraan bermotor, dan polutan industri dapat mengalami peningkatan kekeringan, peradangan, dan kepekaan yang mengarah pada munculnya eksaserbasi pada pasien yang telah memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya karena peningkatan sensitivitas kulit, dan memperburuk kondisi kulit yang sudah ada seperti jerawat, eksim, dan rosacea.
"Selain itu, paparan terus-menerus terhadap polusi udara juga dapat menyebabkan peningkatan risiko perubahan pigmentasi kulit, seperti hiperpigmentasi atau peningkatan produksi melanin. Hal ini dapat menyebabkan memudahkan timbulnya masalah bintik/bercak gelap pada kulit yang terpapar secara langsung dengan polutan," ucap alumnus Harvard University ini.
Paparan polutan seperti hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH) dan senyawa organik volatil (VOC) dapat mengganggu fungsi penghalang alami kulit. Hal ini mengompromikan kemampuannya untuk menjaga kelembapan, menyebabkan kulit kering, iritasi, dan penghalang kulit yang terganggu yang rentan terhadap kerusakan lebih lanjut dari faktor eksternal.
Kualitas udara yang buruk juga berkontribusi pada peningkatan risiko penuaan dini dan kerusakan kulit. Polutan udara, seperti partikel halus (PM2.5) dan polutan oksidatif, dapat merusak kolagen dan elastin dalam kulit, menyebabkan keriput, garis halus, dan kehilangan kekencangan kulit.
Dr. Arini menekankan pentingnya pendekatan yang komprehensif dalam mengatasi dampak polusi pada kesehatan kulit. Hal ini meliputi rutinitas perawatan kulit yang mencakup membersihkan kulit, melembabkan, dan melindungi kulit dari faktor-faktor di lingkungan. Membersihkan kulit secara teratur, terutama di lingkungan perkotaan, dapat membantu menghilangkan polutan yang terakumulasi pada kulit.
Selain itu, regimen perawatan kulit yang kuat yang dapat melindungi barrier (sawar) kulit dan penggunaan produk yang kaya antioksidan dapat memberikan pertahanan terhadap efek merugikan polusi dengan membantu dalam menetralkan radikal bebas dan mengurangi peradangan.
Seiring dengan perawatan kulit individu, ia juga menyoroti pentingnya inisiatif publik dan pemerintah dalam menangani masalah-masalah kulit terkait polusi. Mendorong pengurangan emisi dan regulasi yang lebih ketat terhadap polutan industri dapat membantu mengurangi dampak merugikan polusi terhadap kesehatan lingkungan dan kulit.
"Sangat penting untuk memahami bahwa polusi tidak hanya mempengaruhi lingkungan kita, tetapi juga memberi dampak buruk pada kesehatan dan penampilan kulit kita," kata dr. Arini. "Dengan meningkatkan kesadaran, menerapkan langkah-langkah pencegahan, dan memfasilitasi kolaborasi antara peneliti, dokter, dan pembuat kebijakan, kita dapat bekerja untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan kulit di dunia yang semakin terpapar polusi."
PILIHAN EDITOR: Waspada, Polusi Udara Bisa Sebabkan Stres Oksidatif Hingga Eksim pada Kulit
Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika