Mengenal Teknik Rekonstruksi Transformasional, Membuat Pola Busana tanpa Pengukuran

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Beberapa contoh pakaian yang didesain dengan teknik rekonstruksi transformasional. Foto: ANTARA/Burgo Indonesia

Beberapa contoh pakaian yang didesain dengan teknik rekonstruksi transformasional. Foto: ANTARA/Burgo Indonesia

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Setiap desainer punya gaya dan teknik andalannya dalam membuat rancangan busananya. Begitu pula dengan desainer asal Jepang, Shingo Sato yang menggunakan teknik rekonstruksi transformasional atau transformational reconstruction (TR), membuat pola busana tanpa pengukuran.

Teknik tersebut dikembangkan oleh Sato selama 30 tahun. Menurut Sato teknik TR adalah sebuah pendekatan yang sangat berbeda dari metode konvensional.

Baca Juga:

"Saya telah mengembangkan teknik ini selama 30 tahun, dan menampilkan koleksi pribadi di Milan, Paris," kata Sato dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Rabu, 5 Juli 2023.

Dibanding dengan teknik pemotongan busana lainnya, menurut dia, perbedaan besarnya adalah membuat volume tanpa perhitungan matematis seperti pembuatan pola pada umumnya.

Teknik TR adalah teknik yang intuitif untuk desain couture. Meski begitu para desainer yang masih pemula juga bisa mengikutinya.

Baca Juga:

"Teknik TR dan teknik Origami sudah masuk ke dalam industri fashion para desainer couture di seluruh dunia," ujar Sato.

Sekilas Mengenal Shingo Sato

Dalam rekam jejaknya, Sato sudah mengenalkan dan menggelar lokakarya (workshop) teknik TR di sekolah-sekolah mode terkemuka seperti Burgo Italia, Burgo Meksiko, Parsons New York, dan Central Saint Martin London, serta sekolah lainnya di lebih dari 30 negara di dunia mulai dari Jepang hingga Italia.

"Saya telah mengajar selama 15 tahun di seluruh dunia di sekitar 30 negara, dan menggunakan 6 bahasa untuk workshop saya seperti Italia, Spanyol, Portugis, Perancis, Inggris, Jepang," ungkapnya.

Setelah berkeliling ke berbagai negara, kali ini secara perdana, Sato mengadakan lokakarya di Jakarta pada 5-7 Juli 2023. Lokakarya berlangsung di studio Burgo Indonesia di The Plaza Office tower, Level 45 Unit B, Jakarta Pusat.

Selama tiga hari lokakarya tersebut, Sato tidak hanya mengajarkan teknik TR, tetapi juga teknik Origami serta teknik unik lainnya yang disebut teknik Moulage.

"Saya berharap publik akan terinspirasi oleh pendekatan baru untuk membuat desain volume 3D, untuk diintegrasikan ke dalam kreativitas mereka," ujar Sato.

Lokakarya bersama Sato di Indonesia ini tak lepas dari dukungan Burgo Indonesia yang memiliki hubungan erat sesama Burgo Internasional. Burgo Indonesia terhubung langsung dengan Burgo Milan yang membuka kesempatan-kesempatan untuk mengenal dan meyakinkan master-master terbaik di bidang fesyen untuk datang ke Indonesia.

Pendiri Istituto di Moda Burgo Indonesia, Jenny Yohana Kansil mengatakan pihaknya selalu ingin menghadirkan para ahli di bidangnya serta metode atau teknik baru dalam pengembangan diri dan kapasitas para desainer.

"Biasanya tiap tahun kami menghadirkan Biagio Belsito, professor di Burgo Milan yang pernah bekerja di fashion house terkemuka seperti Dolce Gabbana dan Valentino," ujar Jenny.

"Lalu, Lusine Takhverdyan yang merupakan alumni sekolah fashion Lessage Paris dan masih bekerja di Channel. Shingo Sato adalah salah satu dari para ahli itu saat ini,” imbuh dia.

Jenny mengatakan lokakarya bersama Shingo Sato di Jakarta ini juga menjadi bagian dari perayaan 12 tahun Burgo Indonesia. Lokakarya terbuka untuk publik, calon desainer busana, jenama lokal, dan siapa pun yang ingin mendalami teknik rekonstruksi transformasional.

Pilihan Editor: Mengenal Gaurav Gupta, Desainer Ketiga India yang Tampil di Paris Haute Couture Week

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Berita terkait tidak ada


Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."