CANTIKA.COM, Jakarta - Jakarta Fashion and Food Festival atau JF3 2023 mengusung tema "Power to Empower" dengan mengajak berbagai pihak yang memiliki kepedulian tinggi untuk mendukung eksistensi industri mode Indonesia. Di antaranya ialah para desainer yang memiliki minat lebih pada pemakaian Wastra Indonesia, salah satunya ialah tenun.
Sederet desainer ini memakai aksentuasi tenun dari berbagai daerah untuk tampilan koleksi mereka di panggung JF3 2023, mulai dari Amotsyamusurimuda hingga desainer modest Ria Miranda. Yuk, simak siaran pers yang dirangkum Cantika berikut ini:
1. Amotsyamusurimuda
Amot Syamsuri Muda menerjemahkan tren anak muda tersebut menjadi sebuah koleksi Resort 2023 yang bertajuk “Hidden Gems”/Foto: Doc. JF3
Beranjak dari fenomena coffee culture kekinian yang haus akan penemuan tempat baru, Amot Syamsuri Muda menerjemahkan tren anak muda tersebut menjadi sebuah koleksi Resort 2023 yang bertajuk “Hidden Gems”. Barisan busana pria berpotongan oversized dan bergaya relaxed yang dibawakan sarat kesan urban khas label besutannya, AMOTSYAMSURIMUDA.
Pada Jalinan Lungsi Pakan 2023, sang desainer menggunakan media Tenun Jawa Tengah. Kain motif pelatihan Cita Tenun Indonesia tersebut dibuat ulang oleh Basori, perajin Tenun di Jawa Tengah bagian utara yang menjadi peserta pelatihan saat itu.
Tenun Jawa Tengah dengan corak geometri dipadankan dengan material denim dan motif garis dan kotak, hasilkan sebuah koleksi bernapas urban yang segar dan chic. Amot Syamsuri Muda menyatakan eksperimen terbarunya diperuntukkan sebagai busana harian, sehingga publik dapat memakai Tenun tanpa harus menunggu untuk hadir pada acara tertentu.
2. Rama Dauhan
Kembang Nusa terinspirasi dari wastra jumputan Palembang yang dilirik oleh Rama Dauhan sebagai bentuk bunga elok dengan ragam warna yang sangat indah/Foto: Doc.JF3
Menggerakkan roda ekonomi yang sehat, dibutuhkan kerjasama yang baik antar perupa fashion, pengerajin, teknologi dan trend terbaru serta kebutuhan pasar. Penggunaan wastra dalam pembuatan pakaian yang bersinergi dengan trend menjadi salah satunya.
Kecintaan Rama Dauhan terhadap wastra Indonesia membawanya bekerja sama dengan Rumah Tenun Palembang, yang memiliki visi untuk terus mengembangkan budaya dan khususnya wastra tanah air.
Kembang Nusa terinspirasi dari wastra jumputan Palembang yang dilirik oleh Rama Dauhan sebagai bentuk bunga elok dengan ragam warna yang sangat indah. Budaya nusantara yang kaya terpancar nyata dalam setiap helai kainnya.
Untuk memperkaya koleksi ini, eksplorasi tidak hanya terhadap kain jumputan, namun juga tenun Palembang. Penggunaan bahan jacquard serta ketrampilan mengolah bordir dan embellishment memperkuat koleksi Kembang Nusa. Acak corak yang diterjemahkan dalam bentuk kemeja, gaun, celana longgar, rompi,rok sepan hingga rok lebar.
Selain itu, triko/leotard berbahan dasar tule yang dihiasi bordir yang terinspirasi dari motif jumputan dan tenun adalah sesuatu yang tidak boleh dilewatkan. Didukung oleh sepatu dari RIDE.INC menjadikan koleksi ini segar dan padu untuk dipakai dan dinikmati oleh setiap generasi.
3. Wilsen Willim
Wilsen Willim mengolah kain tenun sutra Garut ke dalam 8 tampilan busana siap pakai yang terdiri dari kemeja, celana, rok, bralette, blazer, dan coat dalam siluet longgar dan santai/Foto: Doc. JF3
“Sebenarnya apa alasan dari eksistensimu di industri mode Indonesia?” Sebuah pertanyaan yang dilontarkan mendiang editor mode, alm. Subkhan Jusuf Hakim, masih terpatri di benak Wilsen Willim. Secuil percakapan dari sang sahabat ini, menggugah batin dan membawa Wilsen berkontemplasi akan visi dan misinya dalam berkarya di masa kini.
Berdasarkan data tahun 2021 dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sampah tekstil di Indonesia telah mencapai 2,3 juta ton banyaknya. Sampah tekstil pun mengambil porsi 12 persen dari total sampah di Indonesia.
Hal ini tentu menjadi perhatian khusus di industri mode, yang tak ayal membuat gerakan mode berkelanjutan bermunculan di tanah air. Hal ini menjadi awal petualangan Wilsen dalam menjawab pertanyaan sang sahabat.
Dikenal sebagai perancang mode siap pakai dengan garis rancang minimalis, Wilsen mulai menjatuhkan hati pada wastra sejak awal 2020. Napas modern potongan kontemporer dalam mengolah wastra seakan memberikan jiwa baru yang kini banyak digemari pasar dewasa muda.
Namun sebatas mengolah wastra dalam sentuhan modern dirasa kurang cukup untuk visi besar seorang Wilsen Willim, perlu gebrakan hal lebih revolusioner untuk meninggalkan jejak eksistensinya di industri mode.
Bekerja sama dengan perajin tenun sutra Garut, Karyana Silk House dan Ecotouch, sebuah perusahaan daur ulang sampah tekstil, Wilsen secara perlahan menjawab pertanyaan sang sahabat.
Pada koleksi terbarunya ini Wilsen mengolah kain tenun sutra Garut ke dalam 8
tampilan busana siap pakai yang terdiri dari kemeja, celana, rok, bralette, blazer, dan coat dalam siluet longgar dan santai. Uniknya, pada beberapa helai tenun Garut yang ditampilkan, Wilsen menggunakan benang daur ulang karya Ecotouch yang ditenun ke dalam jalinan lungsi sutra sehingga membentuk motif kontemporer khas Garut yang ramah lingkungan.
Benang hasil daur ulang serat denim dan kemeja katun karya Ecotouch hadir dalam semburat warna biru keabuan yang alami, tampak kontras dengan nuansa off-white benang sutra olahan Karyana. Pada koleksi ini Wilsen juga menampilkan tenun garut karya Karyana Silk House yang hadir dalam warna putih, hitam, hijau, biru laut, dan soft pink.
“Cita-cita saya ingin membuat berbagai wastra dari seluruh nusantara dengan sentuhan benang daur ulang. Kemajuan teknologi itu sebaiknya menjadi alat untuk memajukan dan mengembangkan budaya, bukan justru menjadi alat untuk mencetak motif yang perlahan menggerus perajin wastra Indonesia,” pesan Wilsen Willim mengenai koleksinya kali ini.
Mungkin koleksi ini hanyalah langkah awal Wilsen Willim dalam menjawab alasan eksistensinya dalam berkarya di industri mode. Namun ‘Pesan’ yang disampaikan Wilsen ini juga diharap untuk menggema pada generasi muda dan pelaku industri mode dalam berkarya kedepannya.
Dokumentasi perjalanan Wilsen Willim dalam mengembangkan wastra kolaborasi bersama Ecotouch dan Karyana Silk House akan ditayangkan pada laman Youtube Wilsen Willim Official pada awal akhir bulan Juli 2023 ini.
4. Priyo Oktaviano
Di tangan Priyo Oktaviano, Tenun motif pelatihan CTI untuk sejumlah desa perajin Tenun di Lombok, Nusa Tenggara Barat terjelma sebuah koleksi konseptual nan edgy/Foto: Doc. JF3
Di tangan Priyo Oktaviano, Tenun motif pelatihan CTI untuk sejumlah desa perajin Tenun di Lombok, Nusa Tenggara Barat terjelma sebuah koleksi konseptual nan edgy. Deretan busana wanita dan pria bernapas modern ethnic yang dipamerkan pada Jalinan Lungsi Pakan 2023 memiliki siluet lurus sebagai refleksi judul koleksi, “Sasak”. Priyo Oktaviano adalah desainer mode pertama yang menjadi mitra kerja Cita Tenun Indonesia dengan provinsi Bali sebagai daerah binaannya.
Dalam kitab Negarakertagama, terdapat tulisan 'Lombok Sasak Mirah Adi'. Kata ‘Lombok’ berarti ‘lurus’ dan ‘Sasak’ adalah suku yang mendiami Tanah Lombok. Sementara itu ‘mirah’ bermakna ‘permata’ dan ‘adi’ artinya ‘kejayaan’. Jika digabungkan, arti keseluruhan dari frasa tersebut adalah ‘Orang Lombok memiliki hati yang lurus untuk dijadikan permata kejayaan’.
Simbol dari ‘permata kejayaan’ dicerminkan secara jeli oleh Priyo Oktaviano lewat detail kristal dan mutiara perak, bergabung dengan kain linen dan tafeta dengan teknik potong lurus dan siluet volum. Seluruhnya menjadi pendukung media utama yaitu kain Tenun Songket Lombok yang kaya warna. Pemilihan gaya “Sasak” yang cenderung youthful bertujuan untuk memberikan pengaruh bagi anak muda untuk lebih mencintai wastra, khususnya Tenun.
Priyo Oktaviano merupakan seorang desainer yang terkenal akan daya eksplorasinya yang luas, baik dalam adaptasi tren mode global maupun pemberdayaan kain wastra. Sebelum memberanikan diri membangun studionya sendiri, sang desainer sempat bekerja pada rumah mode Balenciaga di bawah arahan Nicolas Ghesquière, direktur kreatif eksperimental yang kini bekerja untuk Louis Vuitton.
Kain Tenun Songket Lombok yang dipakai oleh Priyo Oktaviano merupakan motif pelatihan Cita Tenun Indonesia di Lombok yang digarap ulang oleh perajin bernama Ani Cembun, pemilik rumah Tenun Aldi’s Songket Lombok.
5. Didi Budiardjo
Didi Budiardjo membawakan Tenun hasil pelatihan daerah Wajo dengan tema “Ewako” di panggung JF3 2023/Foto: Doc. JF3
Didi Budiardjo merupakan desainer yang secara konsisten mendukung Cita Tenun Indonesia. Pemenang Susan Budihardjo Designer Contest ini telah mengikuti pelatihan di beberapa daerah binaan Cita Tenun Indonesia sebagai mitra kerja.
Pada Jalinan Lungsi Pakan 2023, Didi Budiardjo membawakan Tenun hasil pelatihan daerah Wajo dengan tema “Ewako”. Kata tersebut merupakan sebuah istilah populer yang akrab di telinga masyarakat Sulawesi Selatan, khususnya suku Bugis dan Makassar.
Dalam bahasa Bugis dan Makassar, ‘Ewako’ diutarakan sebagai ungkapan penyemangat dalam melakukan aktivitas agar kegiatan yang bersangkutan dapat berjalan dengan baik. Dengan demikian, kata ini kerap dijadikan sebuah slogan atau terselip dalam yel-yel.
Koleksi ‘Ewako’ diharapkan dapat menjadi sumber semangat para perajin Tenun di Wajo untuk terus berkarya dan meningkatkan mutu kain Tenun. Didi Budiardjo juga berharap agar presentasinya dapat menjadi saluran promosi Tenun Wajo agar bisa diterima oleh masyarakat yang lebih luas, hingga akhirnya dapat memperbaiki taraf ekonomi perajin Tenun Wajo.
Kabupaten Wajo di provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah binaan baru Cita Tenun Indonesia. Desainer tekstil Koesoemaningsih mengembangkan dan memodifikasi lima motif –Lagossi, Balo Matettong, Balo Pucuk, Balo Lo'bang, Lontaraq– untuk dipelajari dan dikerjakan oleh para perajin di sana.
6. Ria Miranda
Memetik inspirasi dari proses Asimilasi dan akulturasi budaya Tenun dari seorang mantan tentara Jepang kepada penduduk Garut, Ria Miranda mencantumkan “Lora” sebagai judul koleksinya di panggung JF3 2023/Foto: Doc. JF3
Memetik inspirasi dari proses asimilasi dan akulturasi budaya Tenun dari seorang mantan tentara Jepang kepada penduduk Garut, Ria Miranda mencantumkan “Lora” sebagai judul koleksinya untuk Jalinan Lungsi Pakan 2023. “Lora” sendiri berasal dari istilah dalam bahasa Inggris “lore” yang memiliki arti kumpulan tradisi dan pengetahuan tentang suatu subjek yang diturunkan secara lisan.
Tenun yang digunakan oleh Ria Miranda merupakan karya perajin yang sempat mengenyam pelatihan Cita Tenun Indonesia di daerah Garut dan Majalaya provinsi Jawa Barat, Hendar Rogesta. Tenun Hem Garut rona gelap dengan aksen geometris yang cenderung maskulin disilangkan dengan berbagai elemen dan aplikasi feminin khas label RiaMiranda, sebagai lambang proses adaptasi sang mantan tentara Jepang pada kebudayaan sekitar.
Material satin, renda, manik dan mutiara dalam siluet A-line, aksen kerut dan serut dijahit dalam permainan struktur dan teknik potong untuk menjadikan sebuah koleksi RiaMiranda Signature yang modern, edgy namun tetap dalam kaidah elok.
Lahir di Padang pada 15 Juli 1985 dan mendirikan labelnya di tahun 2009, Indria Miranda adalah inovator label modestwear dengan nuansa feminin, warna pastel dan cetak motif. Garis rancang besutan alumnus Universitas Andalas dan ESMOD Jakarta tersebut kini menjadi acuan berbagai desainer busana muslim lain hingga deretan retail hijab modern.
Pilihan Editor: Lakon Indonesia Usung Warna-warni Tenun Lurik di JF3 2023
Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika