CANTIKA.COM, Jakarta - Transferensi adalah salah satu bentuk terapi psikologis, yaitu ketika pasien melampiaskan perasaan atau keinginannya terhadap seseorang kepada orang lain yang tidak berkaitan (dalam hal ini orang lain tersebut adalah terapis atau psikolog). Salah satunya ialah dalam bentuk menjalin hubungan.
Konsep Transferensi diperkenalkan oleh ahli psikoanalitik tahun 1890-an, Sigmund Freud. Psikoanalisis bertujuan mengungkap konflik bawah sadar yang menjadi penyebab dari perilaku saat ini. Melalui metode Transferensi, ini digunakan untuk mengenali konflik yang dialami pasien sehingga dapat diselesaikan.
Sebagai contoh, ada seorang pasien yang memiliki ibu yang selalu menghakimi anaknya. Lalu ketika psikolog melakukan observasi, pasien tersebut akan merasa dihakimi dan ia akan mengungkapkan perasaan tidak nyaman tersebut kepada psikolog. Tanggapan ini dapat diartikan sebagaimana apa yang ia rasakan terhadap sang ibu.
Menurut psikolog, Transferensi dapat terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan tidak hanya terjadi dalam lingkup terapi. Misalnya seorang wanita yang protektif terhadap temannya yang lebih muda karena teringat pada adiknya sendiri. Seorang karyawan yang takut menghadap atasan karena atasan tersebut mirip dengan ayahnya. Dalam konteks psikologi, Transferensi dapat disadari atau tidak.
Mungkin Transferensi terdengar mirip dengan proyeksi atau memproyeksikan seseorang terhadap orang lain. Transferensi, menurut Sigmund Freud dan psikoanalisis, berkaitan dengan sifat dan karakter seseorang yang mirip dengan sosok dari masa lalu pasien, sehingga pasien akan menunjukkan reaksi dé jà vu ketika bertemu seseorang yang mirip dengan sebuah sosok di masa lalu.
Meskipun konsep yang dibawakan Freud masih sulit dibuktikan secara empiris, Transferensi dianggap sebagai alat terapi yang berguna di dunia psikologi. Transferensi dapat terjadi dengan nuansa positif dan negatif, misalkan ketika pasien menganggap terapis memiliki sifat positif atau negatif tertentu, ia akan menunjukkan reaksi yang berbeda.
Pengalaman pasien mengenai perasaan seksual atau romantis terhadap terapis disebut Transferensi seksual. Konsep ini berawal dari Freud, yang mengemukakan bahwa beberapa pasien jatuh cinta pada terapisnya karena konteks psikoanalisis, bukan karena karakteristik asli terapis tersebut.
Transferensi umumnya memiliki dampak yang baik dalam terapi, karena terapis dapat memahami pasien sehingga masalah bisa diidentifikasi dan diselesaikan. Namun, dalam beberapa kasus, seperti pasien menunjukkan permusuhan dengan terapis atau ketertarikan seksual yang terang-terangan, Transferensi dapat menimbulkan ancaman.
Dalam Transferensi juga dikenal Kontra Transferensi, yaitu reaksi terapis terhadap pasien, termasuk respons emosional terapis ketika pasien melakukan Transferensi. Ketika pasien "mentransfer" perasaan tentang orang lain kepada terapis, terapis mungkin mempunyai perasaan tertentu terhadap pasien yang mungkin sebagian terkait dengan faktor-faktor yang tidak relevan, seperti kemiripan pasien dengan orang lain, yang sama-sama menjengkelkan, atau sejenisnya.
Memberikan perasaan tertarik, marah, atau emosi lain kepada pasien, berpotensi membahayakan hubungan, sehingga akan lebih baik bagi terapis (dan pasien) untuk menyadari fenomena tersebut dan segera mengatasinya.
Terapis yang menganggap bahwa respons emosional mereka terhadap pasien dapat menghambat kemampuan mereka untuk bekerja dengan pasien secara objektif dapat melakukan penyesuaian. Seorang terapis juga dapat menggunakan observasi perasaannya terhadap pasien untuk membuat kesimpulan tentang bagaimana perasaan orang lain terhadap pasiennya.
Pilihan Editor: Sebelum Putus Hubungan Asmara, Jawab 8 Pertanyaan Ini dengan Sejujurnya
ANNISA YASMIN | PSYCHOLOGY TODAY
Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika