CANTIKA.COM, Jakarta - Fashionality 2023 secara konsisten menghadirkan rangkaian ekshibisi, talkshow hingga pagelaran busana dari para desainer hingga jenama fashion naungan Asosiasi Perancang dan Pengusaha Mode Indonesia (APPMI). Sederet desainer populer menampilkan koleksi baru dan terbaiknya di hadapan para pencinta mode.
Salah satunya adalah koleksi yang ditampilkan pada hari pertama sesi ketiga berkolaborasi Indonesia Fashion and Art Festival (IFAF) dan Dekranasda Bandung. Founder IFAF, Lina Marlina Ruzhan mengatakan jika pihaknya dan sembilan desainer memamerkan tenun Majalaya khas Bandung.
“Mengangkat salah satu kain khas Jawa Barat, sarung Majalaya yg ada di kabupaten Bandung, supaya yang tadinya sarung biasa untuk ibadah bisa dikembangkan jadi koleksi ready to wear yang dirancang oleh desainer ternama,” ujar Lina sebelum show berlangsung, Selasa, 12 Desember 2023.
Menilik Awal Mula Tenun Majalaya
Dalam penelitian berjudul Identifikasi Motif Lokal Sarung Majalaya Generasi yang ditulis Endah Oktaviani dkk perkembangan motif tenun di Majalaya tidak muncul dari kekhasan ragam hias sebagaimana dimiliki oleh daerah lain, melainkan hasil fisik yang terbentuk dari penggunaan teknologi tenun yang berkembang di Majalaya.
Perkembangan motif kain sarung di Majalaya terjadi akibat peralihan teknologi pertenunan yang berkembang dalam periode tertentu. Jenis teknologi tersebut memungkinkan terjadinya perubahan atau variasi bentuk dan motif yang mampu dihasilkan.
Teknologi tenun yang berkembang sebelum listrik masuk Majalaya antara lain kentreung (alat tenun tangan) serta tustél (ATBM), sedangkan teknologi tenun berbasis listrik yang mulai digunakan tahun 1935 di antaranya ATM jenis teropong (shuttle loom) dan ATM Rapier. Teknik pembuka mulut lusi dobby dan jacquard yang dulunya hanya diaplikasikan pada kain busana mulai dikembangkan untuk menciptakan motif-motif yang lebih menarik dan rumit.
Kekhasan Desain Motif Sarung Tenun Majalaya
Benz menampilkan keindahan pesona tenun Majalaya di panggung Fashionality 2023, Selasa, 12 Desember 2023 di Trans Luxury Hotel, Bandung/Foto: Doc. APPMI Jawa Barat
Desain motif sarung Majalaya pada dasarnya berbentuk garis/salur dan kotak-kotak dengan warna yang mencolok. Motif tersebut merupakan aplikasi dari desain struktur pada kain tenun.
Dalam perjalanan perkembangan industri pertenunan sarung di Majalaya, dikenal empat
corak dasar yang muncul dikalangan pengusaha tenun sarung. Corak Palembangan muncul pada tahun 1920-an, sebagai sebutan untuk sarung yang diajarkan oleh seorang perantau dari Palembang bernama Kiagoes Samman. Corak Polekat muncul sebagai sebutan motif sarung di wilayah Majalaya yang meniru sarung polekat hasil produksi Preanger Bontweverij atau Paberik Tenun Garut (PTG) pada tahun 1932.
Seiring dengan meningkatnya tren sarung dikalangan busana pria, maka perluasan pasar keluar daerah Pulau Jawa mulai dilakukan oleh pengusaha pribumi. Diyakini bahwa sejak tahun 1935 hal ini telah tumbuh, hal ini dibuktikan dengan dikenalnya istilah “poléng sebrang” yang dimunculkan oleh perusahaan Saudara Oesaha milik H. Abdoelgani.
Adanya peluang untuk mereplika motif dari luar daerah tersebut mengarahkan pada kemunculan istilah “Corak Bugisan” dan “Corak Samarindaan”. Corak Bugisan mengadopsi corak sarung sutera dari Mandar/Makassar, sedangkan Corak Samarindaan mengadopsi karakter dan corak sarung sutera dari Kalimantan.Keempat corak dasar tersebut menjadi awal pengembangan motif sarung poléng di Majalaya, dan dalam perjalanannya terus diaplikasikan dan dikembangkan pada motif sarung Majalaya masa kini.
Pilihan Editor: Dine Mutiara Tampil Memesona Berbalut Dress dari Tenun Majalaya Karya Ayu Dyah Andari
Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika