CANTIKA.COM, Jakarta - Isu kesehatan mental semakin mendapat perhatian utama setelah pandemi Covid-19. Banyak dari kita semakin sadar akan pentingnya menjaga kesehatan mental yang berdampak pada pertumbuhan diri dan cara menjalani hari demi hari. Dan, kaum hawa semakin aware dalam menjaga kesehatan mental.
Hal itu tergambar dari persentase orang yang berkonsultasi di studio wellness Jivaraga sejak dibuka November silam. Menurut salah satu pendiri atau Co-Founder Jivaraga, Svida Alisjahbana, sebanyak 60 persen yang berkonsultasi adalah perempuan. Dan kebanyakan dari mereka berusia 20-40 yang notabene termasuk kategori dewasa muda.
"Mereka mencari ketenangan, stabilitas di tengah beragam tantangan hidup. Di sini ada kelas yoga, meditasi, konseling one on one dengan pakar. Kami menyediakan tempat perlindungan untuk mengatasi kesehatan mental dan menemukan kedamaian," kata Svida dalam acara media gathering di Jivaraga, Rabu, 20 Maret 2024.
Adapun isu kesehatan mental yang mereka alami adalah kecemasan dan berpikir berlebihan, menurut Co-Founder dan Chief Executive Officer (CEO) Cindy Gozali.
"Isu anxiety (kecemasan), overthinking (berpikir berlebihan), mereka yang berusia 20-an itu punya ekpektasi yang sangat tinggi untuk diri sendiri. Banyak yang datang ke sini high achievers. Semuanya ingin dicapai lalu dibandingkan dengan pencapaian orang lain," ujar Cindy.
Adapun penyebab mereka mempunyai ekspektasi terlalu tinggi di antara lain memiliki banyak tanggung jawab sebagai tulang punggung keluarga, ada pula itu salah satu cara mereka diterima di lingkungannya.
Cindy Gozali, Co-Founder & CEO Jivaraga ditemui di Jakarta Selatan, Rabu, 20 Maret 2024. Foto: CANTIKA/Silvy Riana Putri
" 'Aku harus beprestasi baru bisa disayangi diterima keluarga dan masyarakat. Seringkalli ngepush karena ingin diterima lingkungan sekitar, bukan karena keinginan mereka sendiri," kata Cindy.
Tak jauh beda dari isu kesehatan mental yang dialami perempuan usia 20-an, wanita 30-an juga kerap memasang target terlalu tinggi, bahkan di luar kemampuannya. Mereka juga kerap tidak puas dengan pekerjaannya saat ini.
"Mereka kurang merasa terpenuhi. Jadinya seperti 'aku mau ngapain sama hidup aku', 'aku ngerasa belum apa-apa' lalu membandingkan dengan pencapaian orang dan temannya," ujarnya.
Selama proses konsultasi dan pendampingan, Cindy mengatakan rekomendasi yang diberikan sesuai dengan masing-masing pribadi. Dimulai dengan mengenali diri sendiri lebih baik lagi.
"Tergantung kondisi masing-masing. Perasaan apa yang paling dirasakan," ucapnya.
Dia memberi contoh, jika melihat unggahan media sosial menjadi pemantik atau trigger membanding-bandingkan, dia merekomendasikan untuk melatih diri sendiri bahwa kebahagiaan kita bukan berdasarkan pencapaian orang lain. Perlu konsistensi dalam latihan tersebut.
"Perlu latih diri sendiri dan dilakukan secara konsisten. Misal, jika melihat sesuatu (di media sosial), kita belajar no judgement, observasi saja. Jalani hidup masing-masing, percayalah kita yang paling tahu misi dan tujuan hidup yang diinginkan. Belajar tidak komparasi," kata Cindy.
Pilihan Editor: 6 Cara Mengatasi Kecemasan di Tempat Kerja
Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika