1. Membangun belief system
Belief system merupakan sistem kepercayaan dasar yang dijadikan sebagai acuan atau fondasi dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku. Kepercayaan tersebut sangatlah memengaruhi cara kita hidup. Kepercayaan ini terbawa pada emosi, lalu emosi berubah menjadi tindakan.
“Memiliki sistem kepercayaan yang kuat dapat memberikan landasan yang stabil untuk Gen Z membentuk identitas diri dan perilaku mereka dalam menjalani kehidupan, serta mengatasi tantangan yang muncul,” ujar Ajeng Raviando psikolog sekaligus fasilitator TALKINC dalam seminar Mastering the Present Shaping the Future of Indonesia.
Dengan memiliki landasan kepercayaan yang stabil, kreativitas dan inovasi sumber daya manusia pun akan tercipta. Dua hal tersebut, sangat penting dimiliki oleh Gen Z di era persaingan profesional yang kian tajam.
2. Kesadaran tentang growth mindset
Growth mindset merupakan aspek penting dalam pengembangan diri. Oleh sebab itu, generasi muda harus memahami secara mendalam mengenai aspek penting dalam membangun growth mindset. Langkah pertama adalah dengan menumbuhkan kesadaran bahwa kemampuan dan kecerdasan bukan suatu hal yang tetap. Keduanya akan terus mengalami perubahan seiring berjalannya waktu dan bisa ditingkatkan melalui usaha dan pembelajaran.
Menurut Samanta Elsener, psikolog sekaligus fasilitator TALKINC, Gen Z merupakan generasi yang perlu mempraktikkan growth mindset lebih efektif karena mereka membutuhkan solusi dari permasalahan sosial yang mereka hadapi.
“Mereka memiliki motif untuk terus maju dan berkembang, ingin menciptakan dunia yang lebih indah untuk hidup, dan, jika memungkinkan, menciptakan inovasi baru dengan kreativitas yang mereka miliki. Dengan menguasai growth mindset, mereka bisa meyakinkan diri agar mereka bisa mengembangkan potensi dalam diri mereka lebih besar lagi,” jelas Samanta.
3. Mengasah storytelling
Sejatinya storytelling tidak hanya dibutuhkan oleh Gen Z, melainkan setiap generasi. Hanya saja, gen Z yang baru memasuki dunia profesional perlu membekali diri untuk selalu bisa menarasikan ide dan gagasan lewat storytelling yang baik agar bisa lebih mudah terkoneksi dengan orang-orang yang ada di lingkup kerjanya.
Menurut Wahyu Wiwoho, presenter sekaligus fasilitator TALKINC, melalui storytelling kita dapat secara persuasif mengajak lawan bicara, khususnya atasan, rekan kerja atau klien, untuk mendengarkan dan meyakini penuh pesan yang disampaikan. Misalnya, saat kita berusaha menjelaskan tentang evaluasi kerja dalam sebuah presentasi. Alih-alih hanya menggunakan angka dan tabel, kita bisa bercerita tentang konflik dan tantangan yang terjadi selama periode berlangsung. Agar tidak membosankan, jangan lupa sisipi dengan solusi.
“Gen Z itu super-kreatif dalam hal ide atau gagasan. Namun, mereka tetap memerlukan peran generasi di atasnya untuk memandunya dalam lingkup professional. Gen Z sangat bisa diandalkan di kantor karena mereka menjadi penyeimbang dalam tim, cepat dan cekatan. Bahkan bisa dibilang merekalah sekarang para eksekutor di industri, meski kemampuan storytelling-nya tak selalu sama. Storytelling bukan hanya milik satu generasi saja. Hanya caranya saja yang berbeda di setiap rentang generasi,” tutupnya.
Nilai-nilai belief system, growth mindset, hingga mengasah storytelling, akan dibahas secara mendalam oleh TALKINC dalam buku terbarunya bertajuk “Public Speaking 101” yang akan dirilis pada perayaan ulang tahun ke-20 TALKINC pada November 2024 mendatang.
Pilihan Editor: 5 Alasan Gen Z Sulit Menabung, dari FOMO hingga Bergantung pada Paylater
Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika
Halaman