Atlet Perempuan Indonesia Peraih Medali Olimpiade, Lilis Handayani hingga Windy Cantika Aisah

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Lifter Indonesia, Windy Cantika Aisah berhasil meraih medali Perunggu dalam kelas 49 Kg Putri Grup A Olimpiade Tokyo 2020 di Tokyo International Forum, Tokyo, Jepang, 24 Juli 2021. REUTERS/Edgard Garrido

Lifter Indonesia, Windy Cantika Aisah berhasil meraih medali Perunggu dalam kelas 49 Kg Putri Grup A Olimpiade Tokyo 2020 di Tokyo International Forum, Tokyo, Jepang, 24 Juli 2021. REUTERS/Edgard Garrido

IKLAN

5. Sri Indriyani - Olimpiade Sydney 2000

Sri Indriyani (lahir 12 November 1978) adalah seorang atlet putri angkat besi dari Indonesia. Pada Olimpiade Sydney 2000 Sri mendapat medali perunggu untuk kategori angkat besi putri, kelas 48 kg.

6. Winarni - Olimpiade Sydney 2000

Winarni pernah mengangkat nama angkat besi Indonesia di mata dunia. Pada tahun 1977 ia merupakan juara dubia Kejuaraan Angkat Besi kelas 50 kilogram putri. Tiga tahun kemudian Winarni mempersembahkan medali perunggu bagi Indonesia di kelas 53 kilogram pada Olimpiade Sydney 2000.

7. Liliyana Natsir - Olimpiade Beijing 2008

Liliyana Natsir. TEMPO/Aditia Noviansyah

Asalnya bukan dari Sumatera Utara, melainkan Sulawesi Utara. Namun, Liliyana Natsir biasa dipanggil Butet. Dia adalah mantan atlet ganda campuran andalan Indonesia. Banyak gelar sudah diraihnya. Bersama Nova Widianto, Butet menyumbangkan keping perak pada Olimpiade Beijing 2008. Puncak prestasi diraih ketika berpasangan dengan Tontowi Ahmad, meraih tiga kali juara All England 2012, 2013, dan 2014, lalu meraih medali emas pada Rio 2016.

Butet juga bermain ganda putri bersama Vita Marissa. Di sektor ini dia meraih medali emas SEA Games 2007, juara China Master Super Series 2007, dan Indonesia Open Super Series 2008. Pada 2019, Butet memilih gantung raket.

"Jiwa tidak mau kalah Ci Butet itu besar sekali. Pola pikirnya itu untuk menang, di lapangan tidak gampang menyerah dan didukung skill yang memang bagus. Ci Butet tidak hanya sering memberi masukan di dalam lapangan tetapi juga di luar lapangan. Ci Butet merupakan panutan bagi saya dan pemain­pemain muda lainnya,” ujar Tontowi, seperti tertulis di buku Dari Kudus Menuju Prestasi Dunia yang digarap oleh tim Historia.

"Dia punya kemampuan, keterampilan, dan kualitas pukulan yang sangat luar biasa. anaknya sangat baik. Jadi saya merasa kehilangan," ujar Richard Mainaky, pelatih Butet.

Melalui buku yang ditulis oleh tim Historia itu disebutkan, kejuaraan Daihatsu Indonesia Masters 2019 menjadi pertandingan terakhir yang diikuti Butet. Sayangnya, pasangan yang dijuluki Owi/Butet itu harus puas menjadi runner-up setelah di laga final kalah dari wakil Tiongkok, Zheng Siwei/Huang Yaqiong.

Walau gagal meraih juara pada pertandingan terakhir, Butet tetap mendapat tempat terhormat. Putri dari pasangan Beno Natsir dan Olly Maramis itu mengakhiri kariernya dengan sederet gelar juara bergengsi. Di hari saat partai pamungkasnya digelar, tanda pagar (tagar) #ThankYouButet menjadi topik trendi di lini masa media sosial. Tagar tersebut muncul sebagai bentuk ucapan terima kasih masyarakat kepada Liliyana Natsir, yang hari itu resmi mengumumkan pensiun sebagai atlet.

Setelah gantung raket, Butet masih tetap menyapa masyarakat bulu tangkis Indonesia. Ia melakoni profesi baru selaku pranatacara #TektokanAlaButet, tayangan yang telah mengisi akun YouTube PB Djarum sebanyak sembilan episode. Tepat hari ini, 9 September 2021, Butet merayakan hari jadinya yang ke-36.

8. Maria Kristin Yulianti - Olimpiade Beijing 2008

Maria Kristin Yulianti. ANTARA/Andika Wahyu

Maria Kristin Yulianti (lahir 25 Juni1985) adalah pebulu tangkis Indonesia dan bermain di nomor tunggal putri. Maria awalnya membenci bulu tangkis, namun karena motivasi dari sang ayah, ia pun mulai menyukai bulu tangkis dan dapat menjadi Juara Porseni di Tuban. Sempat ditolak oleh PB Djarum, Kristin tidak menyerah. Tahun berikutnya ia pun berhasil masuk di PB Djarum dan mengikuti final turnamen nasional, sehingga membuatnya dilirik oleh PBSI dan ditarik masuk ke Pelatnas Cipayung. 

Pada tahun 2008, ia turut serta membawa tim Piala Uber Indonesia meraih peringkat kedua. Yulianti merebut medali perunggu untuk Indonesia pada nomor tunggal putri di Olimpiade Beijing 2008 dengan mengalahkan Lu Lan dari Tiongkok. Sejak saat itu, ia membangkitkan sektor tunggal putri Indonesia di mata bulu tangkis dunia. Saat di Japan Open dia mengalahkan Wong Mew Choo dari Malaysia, sebelum akhirnya tumbang ditangan pemain Tiongkok Lu Lan. Saat di France Open ia juga tumbang ditangan Lu Lan.

"Pertandingan paling berkesan saat di Sudirman Cup 2003, karena pada saat melawan Inggris bisa mengalahkan pemain yang rankingnya jauh diatas saya dan bisa menyumbangkan point buat regu Indonesia. Pertandingan paling mengecewakan yaitu pertandingan di Uber Cup 2006, karena selain baru cedera, permainan saya kurang bisa maksimal, membuat saya drop dan tidak bisa mengeluarkan kemampuan saya dengan maksimal," ucap Maria. 

9. Citra Febrianti - Olimpiade London 2012

Citra Febrianti. (antara)

Mantan lifter Indonesia Citra Febrianti tak kuasa menahan tangis bahagia setelah resmi mendapat realokasi medali perak Olimpiade XXX/2012 London, Inggris. Perjuangan Citra selama satu dekade akhirnya terealisasi ketika IOC Members Erick Thohir mengalungkan medali perak Olimpiade London dalam seremoni yang berbarengan dengan perayaan Olympic Day di Plaza Timur Kompleks Olahraga Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Minggu.

"Citra adalah atlet kebanggaan kita. Dengan perjuangan, bersyukur sekarang bisa meraih perak bersamaan dengan momen yang tepat, perayaan Olympic Day," kata Erick usai mengalungkan medali perak kepada Citra.

Citra adalah mantan lifter Indonesia yang turun pada nomor 53 kg putri di Olimpiade London. Ketika itu, mencatatkan angkatan total 206 kg, hasil dari 91 kg angkatan snatch dan 115 kg dari clean and jerk.

Dia mendapat realokasi medali perak setelah Komite Olimpiade Internasional (IOC) pada 2016 mengumumkan peraih emas Zulfiya Chinshanlo dari Kazakhstan dan perunggu Cristina Iovu asal Moldova terbukti positif doping saat turun di Olimpiade London.

Pemangku kepentingan olahraga Indonesia lalu memperjuangkan hak Citra. Hingga akhirnya Citra mendapat kenaikan peringkat dan dinyatakan berhak atas medali perak Olimpiade 2012.

"Artinya penetapan ini menjadi sejarah bagi Olahraga Indonesia, khususnya angkat besi karena lifter putri kita sukses menjaga tradisi medali di Olimpiade, multievent olahraga paling tinggi di dunia," kata Ketua Komite Olahraga Indonesia (KOI/NOC Indonesia) Raja Sapta Oktohari.

"Tentu ini menjadi tonggak besar bagi Olahraga kita. Makanya setelah menerima surat IOC, kami langsung berkoordinasi dengan Kemenpora agar Citra juga berhak mendapat bonus dan bersyukur, bonusnya sudah diterima senilai Rp 400 juta pada Desember 2020. Ini juga membuktikan keseriusan pemerintah terhadap capaian prestasi atlet kita," ujar Okto menambahkan.

Citra dengan berurai air mata mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu sehingga dia mendapatkan hak realokasi medali perak Olimpiade London.
"Perjuangannya ternyata tak cukup di 2012. Masih ada perjuangan lagi untuk mendapat medali ini, selama 10 tahun. Saya sangat bersyukur," kata Citra.

"Terima kasih kasih banyak sekali lagi untuk KOI yang sudah mengajukan laporan akhirnya sudah diterima dengan baik dan diproses secepatnya. Saya tak menyangka saja akhirnya bisa diproses, akhirnya setelah perjuangan cukup panjang," kata Citra Febrianti.

10. Sri Wahyuni Agustiani - Olimpiade Rio 2016 

Ekspresi kegembiraan atlet angkat besi asal Indonesia, Sri Wahyuni Agustiani saat berhasil meraih catatan total angkatan 192 kg saat beraksi dalam Olimpiade Rio di Rio de Janeiro, Brasil, 6 Agustus 2016. REUTERS

Sri Wahyuni Agustiani, yang mencatatkan prestasi gemilang dengan menyabet medali perak pada Olimpiade 2016 di Brazil. Pada tanggal 7 Agustus 2016, Sri Wahyuni mempersembahkan medali pertama bagi Kontingen Indonesia melalui cabang olahraga angkat besi dengan total angkatan mencapai 192 kilogram.

Sebelum keberhasilan ini, Sri Wahyuni telah menorehkan sejumlah prestasi gemilang dalam dunia olahraga angkat besi. Pada Asian Games sebelumnya, Sri meraih medali perak dengan total angkatan 187 kg. Keberhasilannya juga tercatat dalam Kejuaraan Dunia Angkat Besi di Kazakhstan, di mana ia meraih peringkat ketiga dalam kategori Clean & Jerk. Pada tahun 2013, Sri Wahyuni meraih medali emas SEA Games di Myanmar dan medali emas dalam Islamic Solidarity Games III Indonesia.

Penghargaan dan ucapan selamat mengalir dari berbagai kalangan di Indonesia, termasuk Presiden RI, Joko Widodo, yang menyatakan kebanggaannya atas prestasi Sri Wahyuni. Melalui akun Twitternya, Presiden Jokowi menyampaikan apresiasi, “Sri Wahyuni membuat kita semua, rakyat Indonesia bangga, lifter putri Indonesia berhasil mempersembahkan medali pertama bagi Indonesia di Olimpiade Rio de Janeiro 2016.”

11. Greysia Polii dan Apriyani Rahayu - Olimpiade Tokyo 2020

Ganda Putri Indonesia Apriyani Rahayu (kanan) dan Greysia Polii melakukan selebrasi saat bertanding melawan ganda putri Thailand Jongkolphan Kititharakul/Rawinda Prajongjai pada semifinal Indonesia Open 2021 di Nusa Dua, Bali, Sabtu 27 November 2021. Greysia/Apriyani melaju ke final setelah menang 21-18 dan 21-14 atas ganda putri Thailand. ANTARA FOTO/HO/Humas PBSI

Greysia Polii yang meraih emas dalam nomor ganda putri badminton bersama Rahayu Apriyani mengatakan dirinya berkomitmen dan bersabar untuk "membuat sejarah" di ganda putri dalam Olimpiade.

Greysia/Apriyani dalam laga di Musamori Plaza, Tokyo, hari Senin (02/08), menghadapi pemain China, Chen Qingchen/Jia Yifan, menang dua set langsung 21-19 dan 21-15.
Kemenangan ini adalah raihan emas pertama untuk ganda putri Indonesia di ajang Olimpiade, yang mulai dipertandingan sejak Olimpiade 1992 di Barcelona.

Emas ini juga merupakan medali emas pertama untuk Indonesia di Olimpiade Tokyo 2020.  Greysia mengatakan prestasi ini adalah mimpinya untuk mencetak sejarah dalam keikutsertaan ketiga di arena Olimpiade. Bagi Greysia, ini adalah penampilannya yang ketiga di Olimpiade setelah 2012 di London dan 2016 di Rio.

Greysia Polii/Apriyani Rahayu meluapkan kegembiraan di lapangan bersama pelatih Eng Hian, yang sebelum menekuni profesi pelatih adalah pemain ganda putra bersama Flandi Limpele.

"Dua puluh tahun tahun yang lalu ketika saya berusia 13 tahun, saya tahu Indonesia belum membuat sejarah di ganda putri dan saya bersabar. Saya tahu saya dilahirkan untuk menjadi pemain bulutangkis dan saya memiliki keyakinan pada bahwa saya ingin membuat sejarah di bidang ini," ungkap Greysia.

Akun Olimpiade menggambarkannya sebagai pasangan 'yang tak terkalahkan' setelah mengalahkan pasangan nomor satu dunia dari Jepang, Hirota/Fukushima.
Sementara itu Apriani, 23 tahun, pemain termuda di ganda putri Olimpiade Tokyo 2020 mengatakan ia hanya bermodal pantang menyerah dan percaya pada pasangan tandinya, Greysia.

"Saya tidak percaya bahwa ini adalah apa yang saya dapatkan. Saya benar-benar tidak berpikir saya akan sejauh ini karena yang saya pikirkan hanyalah bagaimana cara melewatinya semua tantangan yang saya hadapi," kata Apriani seperti dikutip situs BWF, Badminton World Federation.

Apriyani Rahayu dianggap sebagai pasangan ideal Greysia Polii dan keduanya menjuarai Indonesia Masters 2020 dan turnamen di Thailand pada Januari 2021. "Saya memaksa diri saya untuk sampai di sini karena saya mengatakan kepadanya bahwa dia tidak semakin muda, jadi Greysia kamu benar-benar harus mulai berlari bersamaku, jangan berjalan," katanya.

"Melalui setiap tantangan dan KO yang kami miliki, kamu harus terus bertahan karena medali emas ini, saat ini, inilah yang kami tuju untuk semua ini waktu jadi terima kasih banyak Greysia," tambahnya.

Bagi Greysia, prestasi di Tokyo merupakan jawaban mimpinya. "Tuhan telah memberi saya mimpi dan keyakinan di hati saya bahwa saya memilih ini. Ketika orang berkata, "Anda tidak akan berhasil, Indonesia tidak memiliki sejarah di ganda putri."

"Tentu saja China dan Korea kuat di lapangan. Lalu kita semua tahu apa yang terjadi di London 2012, saya bangkit di Rio 2016 tapi belum juga berhasil mendapat medali."

12. Windy Cantika Aisah -  Olimpiade Tokyo 2020

Lifter putri Indonesia Windy Cantika Aisah. Antara/Sigid Kurniawan

Indonesia berhasil mendapat perolehan medali pertama dalam ajang Olimpiade Tokyo 2020. Medali pertama tersebut ditorehkan oleh Windy Cantika Aisah, Atlet Angkat Besi Putri Indonesia. Bertanding di kelas 49 kg, Windy berhasil mengalahkan pesaingnya dan memperoleh medali perunggu.

Prestasi Windy Cantika Aisah ini mendapat pujian dari berbagai pihak. Presiden Joko Widodo turut merayakan perolehan medali pertama untuk Indonesia ini. Melalui akun Twitternya, Jokowi mengucapkan selamat kepada Windy.

“Kabar baik datang dari Tokyo, hari ini. Atlet angkat besi putri Indonesia, Windy Cantika Aisah, mempersembahkan medali pertama dari ajang Olimpiade Tokyo dengan merebut medali perunggu di kelas 49 kg,” tulisnya di akun Twitternya, 24 Juli 2021.

Ketika disinggung apa target juara selanjutnya, Windy merasa kurang begitu nyaman. "Kalau ditanya gitu aku agak gimana gitu, soalnya pas Olimpiade Tokyo sekarang pun aku nggak masang target apa-apa, pokoknya apa yang pelatih minta bakal Windy lakuin," ungkapnya dalam live Instagram Cerita Cantika @Cantikadotcom, Senin 26 Juli 2021. 

Windy Cantika Aisah, peraih perunggu Olimpiade Tokyo, saat wawancara live di instagram Cantika.Com, dari grup Tempo.

Targetnya tahun 2024 bisa ikut pertandingan, saat usia 16 tahun kualifikasinya pernah ketinggalan. "Ketika pertandingan, aku hanya melakukan yang terbaik, Alhamdulillah bisa ikut di ajang tahun ini. Untuk ke depan Windy mohon doa ya semoga lebih baik, nggak berani berkata apa-apa," ungkap Windy yang akrab dengan dunia lifter sejak usia 11 tahun ini

Berbicara mengenai atlet pesaing terberat menurut Windy dari negara China dan India, mereka lebih senior secara usia dari Windy, jadi yang usia 19 tahun hanya dari Indonesia dan Belgia.

Sebagai informasi, Windy Cantika Aisah, atlet angkat besi atau lifter ini pernah menyumbangkan emas untuk Indonesia dalam ajang SEA Games 2019. Saat itu Windy masih berusia 17 tahun dan tampil di kelas 49 kilogram dalam ajang olahraga dua tahunan se-Asia Tenggara tersebut.

Pilihan Editor: Windy Cantika Aisah Ungkap Kesan Saat Olimpiade Tokyo, Tak Boleh Makan Es Krim

TEMPO | KOMITE OLIMPIADE INDONESIA | DJARUM BADMINTON | PB DJARUM | ANTARA | UBHARA JAYA 

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Halaman

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."