Buku I Do, Mengulik Tren Pernikahan Masa Kini yang Bikin Orang Berpikir 2 Kali

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Peluncuran buku I Do karya terapis keluarga, Meilinda Sutanto/Foto: Doc. Pribadi

Peluncuran buku I Do karya terapis keluarga, Meilinda Sutanto/Foto: Doc. Pribadi

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Tren pernikahan zaman sekarang telah memasuki era baru. Angkanya secara konsisten mengalami penurunan, perceraian kian meningkat, dan pemberitaan tentang KDRT seolah tiada ujungnya. Semua ini tak pelak membuat orang bertanya-tanya, apakah pernikahan seburuk itu?

Tidak, jika itu dengan pasangan yang tepat dan hubungan yang sehat. Fenomena kegagalan rumah tangga sendiri, dalam ilmu family constellation atau konstelasi keluarga, dipahami sebagai akibat tidak pulihnya pola rantai toksik yang diwariskan orang tua dan leluhur. Oleh karenanya, mengenali pasangan, keluarganya, dan histori diri sendiri sudah sepatutnya menjadi kewajiban sebelum memasuki hubungan jangka panjang. 

Pada momen ini, Cantika Review mengulik buku "I DO" yang merupakan karya kedua dari penulis best-selling terapis konstelasi keluarga, Meilinda Sutanto mencoba memberi jawaban atas banyaknya keraguan soal pernikahan di masa kini. Diterbitkan oleh Gramedia dan Elexmedia, buku ini bukan membahas tentang bagaimana menciptakan wedding seindah tema fairy tale, melainkan memandu pembacanya untuk mengenali dan memutus trauma turun-temurun yang berpotensi merusak hubungan. 

"Dengan metode konstelasi keluarga yang dapat mengidentifikasi masalah ke akar, maka akan temukan jalan untuk membangun, membina, dan mentransformasi hubungan berpasangan menjadi lebih sehat, intim, dan memuaskan," ucap Meilinda melalui siaran pers, Jumat, 5 Juli 2024. 

Buku I Do karya Meilinda Sutanto/Foto: Doc. pribadi

Tema relationship diangkat dalam buku kedua ini mengingat betapa pentingnya setiap pasangan untuk dapat menciptakan dan menjaga hubungan sehat sebagai fondasi kuat saat membangun dan membina rumah tangga. Fase penting yang tidak dapat dilewati begitu saja, dalih-dalih langsung menjajaki urusan parenting atau "yang penting anak" yang bisa berdampak negatif baik dalam perkembangan anak, maupun terhadap karir dan tingkat kepuasan dalam hidup. 

Seiring dengan berjalannya waktu, cinta dan pernikahan berevolusi sesuai jaman. Ketika jaman dulu pernikahan dianggap sebagai sarana atau alat untuk bertahan hidup bagi seorang Perempuan, jaman sekarang pernikahan menjadi pilihan dan bukan keharusan. Disini pentingnya bagaimana kita bisa menavigasi perubahan yang terjadi dalam masyarakat ini karena makna kebahagian bagi setiap orang berbeda. 

Buku ini, menurut Meilinda cocok bagi siapa pun yang mau mempersiapkan kehidupan bersama setelah mengikat janji pernikahan, sedang dalam tahap berpacaran serius maupun tidak serius, skeptis atau bahkan tidak percaya dengan pernikahan, berniat untuk menjalin hubungan, tetapi terkendala waktu, tanggung jawab, atau trauma telah bercerai dan ingin memulai kehidupan berpasangan lagi, dan telah menikah, tetapi merasa hubungan penuh perjuangan atau bahkan hambar

"Diharapkan, mereka yang membaca buku "I DO" dapat lebih menyadari betapa pentingnya menciptakan kebahagiaan versi masing-masing. Ketika harus memilih untuk single, menikah, cerai, atau menikah lagi, pilihlah untuk Bahagia!" 

Sebagai informai, Meilinda Sutanto adalah terapis Family Constellation bersertifikat. Dengan keahlian serta komitmennya terhadap dinamika budaya keluarga Asia, Meilinda sangat fasih dalam mengatasi masalah terkait bakti dan rasa hormat kepada orangtua, konflik antar generasi, ekspektasi budaya, dampak kolektivisme pada identitas dan hubungan personal, serta bagaimana memberdayakan pribadi dan keluarga dalam perjalanan mereka menuju hubungan yang harmonis dan sejahtera.

Pilihan Editor:  Tren Pernikahan 2024, Nuansa Flora dan 3 Warna Ini Akan Jadi Favorit

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."