Daftar Bos Brand Modest Fashion Perempuan di Indonesia, Lira Krisnalisa hingga Linda Anggrea

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Founder dan Creative Director Jenna and Kaia. Lira Krisnalisa/Foto: Doc. Pribadi

Founder dan Creative Director Jenna and Kaia. Lira Krisnalisa/Foto: Doc. Pribadi

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Modest fashion menjadi salah satu bisnis paling moncer di Indonesia. Dari jilbab hingga long dress, produk fashion ini selalu laris manis di pasar. Tak heran brand-brand baru bermunculan mengisi peluang tersebut. Melalui tangan-tangan dingin mereka-lah tercipta karya modest fashion yang trendy dan sesuai dengan mode. 

Saat ini, berbagai variasi produk modest fashion dengan model dan gaya terkini hadir untuk memenuhi preferensi dan kebutuhan perempuan Indonesia. Berikut daftar bos brand modest fashion perempuan di Indonesia seperti yang dihimpun Cantika: 

1. Nisa Pratiwi - Hijabchic

Nisa Pratiwi, Founder HijabChic/Foto: Doc. Shopee

Permintaan yang terus meningkat setiap tahunnya menjadi peluang besar yang disambut oleh Nisa Pratiwi saat membangun bisnis brand lokalnya HijabChic pada tahun 2011. Diawali dari bisnis rumahan dengan visi untuk menemani perjalanan hijrah setiap perempuan Indonesia, HijabChic mempunyai misi untuk menyediakan koleksi fashion Muslim yang berkualitas dan selalu update dengan tren. 

Nisa Pratiwi mendirikan HijabChic di era berkembang pesatnya moslem wear. HijabChic memiliki material yang nyaman, ukuran yang beragam, serta didesain untuk masyarakat urban yang aktif. Pada 2013, HijabChic pernah berkolaborasi dengan Sanrio Hello Kitty.

Nisa Pratiwi, Founder & CEO HijabChic mengatakan produk yang dihadirkan oleh Hijabchic selalu didesain dengan mempertimbangkan kebutuhan konsumen kami yang ingin tampil modis namun tetap nyaman. Saat membangun brand lokal ini, kami menjual produk secara online melalui media sosial. Namun, seiring dengan meningkatnya permintaan dan popularitas, HijabChic mulai mengatur strategi dengan memanfaatkan platform e-commerce. 

Fokus produk HijabChic adalah daily wear dengan design yang selalu up-to-date, bahan kain yang berkualitas, special twist di setiap koleksinya, dan timeless. Hijabchic berusaha untuk menjaga konsep dan prinsip bisnis yang kuat sebagai brand lokal, serta selalu bisa merespon kebutuhan pasar yang membutuhkan produk fashion untuk dipakai setiap hari maupun untuk special occasions tertentu, seperti wedding, formal gathering, dan acara formal lainnya.

Seiring berjalannya waktu, Hijabchic terus mengembangkan produknya dengan menambahkan beragam koleksi daily outfit, special outfit, dan hijab. Jenis produk yang telah diluncurkan seperti tops, tunics, innerwear, dress, rok, pants, scarf, outer, aksesori. Inspirasi setiap koleksi diambil dari berbagai tren fashion global dan lokal, serta kebutuhan dan preferensi pelanggan. Setiap koleksi selalu mengedepankan nilai-nilai modesty dan kenyamanan, harapannya agar selalu bisa diterima dengan baik oleh perempuan Muslim di Indonesia.

Dalam proses produksi, Hijabchic sangat memperhatikan proses produksi dengan teliti dan terstruktur, dimulai dari pemilihan benang, produksi bahan hingga pembuatan produk-produk berkualitas tinggi yang siap diluncurkan. 

"Proses produksi yang kami lakukan ada beberapa tahap seperti; pemilihan benang dan warna, analisis tren, desain, prototyping dan sampling, produksi massal, hingga peluncuran koleksi baru. Semua proses produksi dilakukan secara lokal dengan harapan bisa menciptakan lapangan pekerjaan tambahan bagi masyarakat sekitar, memperkuat industri fashion lokal, dan meningkatkan perekonomian Indonesia," ucap Nissa melalui siaran pers. 

2. Dia Demona - Aleza

Founder dan Creative Director Aleza, Dia Demona/Foto: Instagram/Doc. Pribadi

Aleza adalah merek Indonesia yang didirikan pada November 2016, mereka memulai sebagai tim kecil yang terdiri dari 3 orang sebagai pendiri salah satunya Dia Demona yang saat ini berkembang menjadi tim yang lebih besar. Visi mereka adalah untuk menciptakan tren dalam mode jilbab yang berbeda dari yang sudah ada di pasaran. Karena mereka percaya pada pasar mode jilbab yang sangat luas, dan mereka memiliki satu konsep berbeda yang mereka tawarkan di mana variasi adalah kuncinya. 

Aleza percaya setiap orang memiliki keunikan dan gaya mereka sendiri. Kami terus tumbuh dalam manajemen perusahaan, sehingga dapat bertahan dan terus tumbuh dengan persaingan yang ketat di sektor mode ritel. Mereka sangat menyadari mode yang berubah dengan cepat, “Memberikan pelanggan apa yang mereka inginkan, dan mengirimkannya kepada mereka lebih cepat daripada orang lain”.

Project teranyar yang sudah rilis, Aleza bersama Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk menghadirkan sesuatu yang unik dan one of a kind untuk menyambut bulan Ramadan tahun ini, yaitu “BNI Presents Aleza Raya Laboratory 2024”.  

Founder Aleza, Dia Demona mengatakan konsep koleksi Raya kali ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya dengan proses dan riset panjang dari apa yang diinginkan customer. Seperti misalnya apa kebutuhan mendasar mereka yang kemudian dikawinkan dengan hasil refleksi Aleza. 

"Makanya laboratory ini kaya menggambarkan proses riset yang panjang agar sesuai dengan maunya customer, bisa dibilang ekspektasi mereka. Di Aleza tidak hanya merancang, tetapi berbasis riset dari warna, cutting, dan look yang paling disukai" ucap Dia kepada CANTIKA, Kamis, 22 Februari 2024. 

Koleksi Aleza Raya dibagi menjadi empat kategori sesuai temanya yaitu Metal, Alkaline, Oxygen, dan Atomic yang diambil dari istilah di laboratorium kimia. Metal merepresentasikan kecantikan di hari Raya, sedangkan Alkaline merepresentasikan kehangatan bersama keluarga, ada lagi Oxygen yang merepresentasikan liveliness dan laughter, serta Atomic yang merepresentasikan kepercayaan diri.

Setiap koleksi memiliki berbagai macam warna, siluet, detail dan style tersendiri. Jadi bisa dipastikan Aleza Woman akan menemukan koleksi yang cocok untuk mereka, sesuai tagline-nya Aleza is for everyone.  Lebaran tahun lalu, Aleza mempersembahkan 10 koleksi apparel, ditambah dengan koleksi-koleksi pelengkap seperti prayer set, hand bag, dan hampers. Inilah yang membuat Aleza Raya spesial, karena kali ini Aleza me-launching banyak produk dalam satu waktu.

3. Lira Krisnalisa  - Jenna&Kaia

Jenna&Kaia akan mempersembahkan koleksi Spring/Summer 2023 bertema “Avyanna” yang terinspirasi dari kata ‘Royalti di JFW 2023/Foto: dOC/JFW

Jenna&Kaia merupakan salah satu modest fashion brand di Indonesia. Koleksi Jenna&Kaia tidak hanya bergaya tetapi juga serbaguna dan mudah dipakai di semua kesempatan. Dirancang dengan mempertimbangkan kemudahan memadupadankan koleksi Jenna&Kaia sehingga pelanggan dapat menciptakan looks yang unik dengan nyaman dan percaya diri.

Lira Krisnalisa, owner Jenna&Kaia, menemukan inspirasi dari nama kedua putrinya, Jenna dan Kaia, yang menambah sentuhan pribadi. "Hubungan yang tulus ini menjadi kekuatan pendorong misi kami untuk memberdayakan perempuan urban Indonesia dan meningkatkan rasa percaya diri mereka melalui fashion," tulis Lira dalam profile jenamanya. 

Jenna&Kaia memahami beragam kebutuhan dan preferensi pelanggan, itulah sebabnya koleksi Jenna&Kaia dirancang untuk menarik berbagai gaya dan bentuk tubuh. Baik itu untuk acara santai maupun formal, Jenna&Kaia memastikan bahwa setiap wanita dapat menemukan sesuatu yang cocok untuk melengkapi kepribadian dan selera uniknya.

"Kami berdedikasi untuk memberi pilihan pakaian yang bergaya, serbaguna, dan meningkatkan kepercayaan diri. Dengan keunikan masing-masing produk, Jenna&Kaia menawarkan kemudahan penggunaan dan memadupadankan produk kami. Kami hadir untuk beresonansi dengan wanita urban Indonesia dan merayakan keunikannya masing-masing," ucap Lira. 

4. Jihan Malik dan Emma Malik - Heaven Lights

Jihan Malik dan Emma Malik, kakak beradik pendiri jenama lokal modest fashion Heaven Lights saat ditemui di Annual Show pertama mereka di Jakarta, Rabu, 12 Februari 2020 (TEMPO/Eka Wahyu Pramita)

Di antara banyak brand modest fashion, Heaven Lights adalah salah satu yang punya penggemar setia. Mereka telah memiliki 2,2 juta  pengikut di Instagram. Brand yang awalnya menjual hijab ini selalu habis terjual begitu mereka membuka pesanan, meskipun jumlahnya puluhan ribu item.

Adalah kakak beradik Jihan Malik dan Emma Malik yang berada di balik sukses brand busana muslim itu. Founder Heaven Light Jihan Malik mengatakan, mulanya dia jualan untuk mengisi waktu luangnya sebagai ibu rumah tangga, pada 2013.

"Awalnya memang buat mengisi waktu saja tetapi kok respons lama-lama semakin baik dan membuat kami juga excited membuat produk yang lebih serius lagi," ucap perempuan 41 tahun ini dalam konferensi pers yang digelar sebelum Heaven Lights Annual Show dimulai, Rabu, 12 Februari 2020.

Jihan mengatakan, awalnya ia mengambil produk dari orang lain atau supplier karena ia belum memproduksi sendiri. "Karena hobi saya berjualan, walaupun ada tantangan kita menjalankan dengan happy," kata dia.

Emma Malik, adik perempuan Jihan, turut membantu bisnis sang kakak. Saat itu dia masih kuliah semester akhir dan belum berkeluarga sehingga masih banyak waktu luang. “Benar-benar iseng mencoba buat jualan kerudung karena saat itu kan belum banyak brand serupa. Nggak menyangka ternyata sekarang kami bisa produksi sendiri," ucap perempuan 21 tahun ini.

Saat mereka mulai mengembangkan Heaven Lights, belum banyak brand yang berani menjual hijab dari bahan berkualitas, seperti voal, dengan harga terjangkau. Mereka membaca itu adalah peluang. “Saya fokus mencari bahan yang nyaman dikenakan dan enak dipakai sehari-hari. Produk yang saya jual, saya pakai dulu, cocok atau nyaman nggak saat dipakai," tuturnya.

Setelah merasa nyaman dengan pilihan bahan, mereka pun berani memasarkannya. Benar saja, kualitas bahan dan jahitan Heaven Lights mengundang peminat yang luar biasa. Bahkan banyak yang kesulitan mendapatkan produk mereka. Akhirnya, banyak penyedia jasa titip atau jastip yang juga membuka peluang menjual produk Heaven Lights.

Berbekal bahan hijab voal berkualitas dan harga terjangkau, produk Heaven Lights sering langsung habis dalam sekejap. Pada 2018, mereka pernah menjual hijab lebih dari 25 ribu helai hanya dalam waktu unggah hitungan menit.

Berkah luar biasa yang dirasakan oleh kakak beradik ini akhirnya membuat mereka memberanikan diri untuk melangkah lebih lebar dengan menghelat debut Heaven Light Annual Show 2020 yang diberi tajuk "First Light".

Tak berjalan sendiri, mereka menggandeng brand modest premium Kami dengan motif geometris dalam koleksi Samarka, serta selebgram hijabers Mega Iskanti dalam kolaborasi yang bernama Madra, inspirasi dari madrasah di Maroko.

Kabar terupdate menghadirkan keindahan dan kekuatan kultural, Heaven Lights menggelar acara fashion show tahunan kelima bertajuk "Ghiza". Acara ini digelar pada Selasa, 20 Februari 2024 di Ritz-Carlton Pacific Place, Jakarta. Bertemakan Arabian Nights, acara ini menyuguhkan 70 penampilan menakjubkan yang menggabungkan keindahan budaya Arab dan Jawa.

Menambah daya tarik acara tersebut, sejumlah selebriti turut hadir di catwalk, seperti Wulan Guritno, Cut Syifa, Kimmy Jayanti Dian Ayu Lestari, bersama sejumlah model dan figur publik terkemuka lainnya. 

Kontak dua budaya ini memunculkan modifikasi mulai dari bahasa hingga kebudayaan. Pada kesempatan ini, Heaven Lights memadukan dua budaya tersebut dalam satu koleksi yang menawan. Harmonisasi kedua budaya melahirkan sebuah helaian karya yang penuh dengan keindahan yang memperkaya koleksi Heaven Lights Annual Show tahun ini.

Nama Ghiza sendiri memiliki arti bunga yang terilhami dari cantiknya lekuk kelopak bunga setiap insan juga akan merekah dan akan tampil memesona di momen terbaiknya. Dalam menemukan momen terbaiknya, Heaven Lights percaya bahwa setiap insan akan melewati serangkaian cerita yang nantinya akan menciptakan rona dan pesona tersendiri.

"Heaven Lights sangat bersemangat untuk mempersembahkan Ghiza, sebagai ungkapan kekaguman kami terhadap budaya timur tengah namun tidak lupa juga memadukan unsur tanah kelahiran kami di dalamnya," kata Jihan Malik.

5. Nadine Gaus - Klamby

Nadine Gaus, Creative Director Wearing Klamby/Foto: Instagram/Nadine Gaus

Pada 2012, Nadine Kusuma Permatasari Cikita Gaus atau Nadine Gaus mendirikan Wearing KLAMBY yang terinspirasi dari kekayaan warisan Indonesia. Pada tahun-tahun awal berdirinya, Wearing KLAMBY diminati oleh pasar hijaber. Belakangan, pasar Wearing KLAMBY sebagai modest wear brand menjadi lebih beragam.

Nadine Gaus memang memiliki passion di bidang fashion. Meski menempuh pendidikan di Jurusan Akutansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), mimpinya merancang pakaian tidak pernah pupus. Nadine berusaha tetap menyalurkan hobinya tersebut. “Kalau teman-teman pulang kuliah nongkrong, saya ikut kursus menjahit. This is something makes me happy and feel alive,” kata Nadine kepada TEMPO, beberapa waktu lalu.

Tak disangka pada 2011, ayah Nadine terkena PHK tanpa pesangon dari tempat kerjanya. Seketika keuangan keluarga terpuruk. Nadine yang sudah menjalani kuliah selama 1,5 tahun di Yogyakarta butuh biaya tak sedikit harus berpikir keras agar bertahan. Di saat kepepet itu, ide-ide kreatif itu muncul.

Dari uang saku tersisa Rp 400 ribu, sebanyak Rp 200 ribu digunakan Nadine untuk belanja awul-awul atau baju bekas layak pakai dari luar negeri di berbagai lokasi di Yogya. Sesampainya di indekos, ia mencuci baju bekas-baju bekas itu dengan air hangat, merendamnya dengan pewangi dan menjemurnya.

Setelah baju kering dan disetrika, ia berfoto selfie mengenakan baju tersebut dan mengunggahnya di Facebook dan sejumlah grup di BlackBerry Messenger. Di luar dugaan, lewat promosi dari mulut ke mulut, ternyata cukup banyak peminat baju-baju dari pasar thrifting itu.

Nadine berulang kali jatuh bangun dalam menjalankan bisnis Klamby karena belum lulus kuliah. Bolak-balik ke Tangerang untuk menjalankan bisnis dan ke Yogya untuk kuliah harus dilakoni. Momen terberat terjadi pada 2014. Nadine harus berfokus menggarap skripsi setelah berbulan-bulan terbengkalai. Padahal kala itu, bisnis Klamby sedang bagus-bagusnya.

Selama dua bulan berfokus menggarap skripsi, ia terpaksa menjual mobil bekas merek Suzuki Splash yang sebelumnya jadi kendaraan operasional Klamby. Uang hasil penjualan mobil dipakai untuk membayar gaji 10 karyawannya saat bisnis vakum. “Saya enggak mau kehilangan mereka,” ujar perempuan berusia 25 tahun ini.

Setelah skripsi rampung dan ia lulus kuliah, Nadine memulai bisnis Klamby dari nol lagi. Lewat sistem pre order, Nadine punya waktu 2-4 minggu untuk memproduksi baju dan mengirimkan pesanan. Sistem bayar uang muka 50 persen di depan juga menjamin modal produksi aman.

Bulan demi bulan kondisi keuangan Klamby kembali membaik. Nadine akhirnya ikut kursus di ESMOD, mewujudkan cita-citanya yang sempat terpendam. Memasuki tahun 2015, setelah modal usaha dianggap memadai, Klamby mengubah sistem dari PO menjadi menjual produk ready stock. Keputusan itu membuat bisnis bisnis Klamby berkembang lebih cepat.“Jadi memang harus berani ambil risiko,” ujar Nadine.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."