6. Fatmawati
Fatmawati Soekarno, Kemendikbud
Fatmawati dikenal karena jasa besarnya saat detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Ia merupakan istri dari Presiden Republik Indonesia, Soekarno. Seperti dituturkan dalam laman kemensos.go.id, Fatmawati diketahui menjahit bendera Sang Saka Merah Putih saat dirinya sedang hamil besar. Menggunakan alat jahit tangan, bendera Merah Putih berukuran 2x3 meter itu dijahit oleh Fatmawati di ruang makan dengan harapan kelak dapat digunakan untuk keperluan bangsanya.
7. Kartini
Raden Ajeng Kartini. Wikipedia
Jika ditanya siapa pahlawan perempuan, pasti Anda akan menjawab RA Kartini yang lahir di Jepara, 21 April 1879, dan dibesarkan dari keluarga bangsawan. Kaum bangsawan saat itu sangat patriarki sehingga memberi ruang bagi Kartini untuk berjuang mendapatkan hak-hak kaum wanita. Kartini yang juga mendapat julukan tokoh hak asasi perempuan di Jawa banyak memberi inspirasi melalui pendidikannya yang pernah bersekolah dan berhubungan dengan orang-orang asing seperti orang Belanda untuk memberi inspirasi perjuangan kesetaraan.
8. Malahayati
Laksamana Malahayati. Wikipedia.org
Aceh terkenal dengan tanah pahlawan kemerdekaan Republik Indonesia. Salah satunya ialah Keumalahayati yang kemudian diberi gelar Laksamana. Pemikiran Keumalahayati berbeda dengan perempuan di zamannya. Ia berani menjadi panglima dan diplomat dalam mempertahankan wilayah Aceh dari gangguan penjajah pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda.
Malahayati memimpin 2 ribu orang pasukan Inong Balee atau janda-janda pahlawan yang telah syahid untuk berperang melawan kapal-kapal dan benteng-benteng Belanda pada 11 September 1599. Pasukan Inong Balee pernah membangun benteng setinggi 100 meter dari permukaan laut yang menghadap langsung ke laut. Selain itu, pasukan Inong Balee juga memiliki pangkalan militer di Teluk Lamreh Krueng Jaya.
Malahayati membunuh Cornelis de Houtman dalam pertempuran satu lawan satu di geladak kapal. Dia mendapat gelar Atas keberaniannya, ia mendapat gelar Laksamana. Sehingga ia kemudian lebih dikenal dengan nama Laksamana Malahayati.
Perjuangan Laksamana Malahayati melawan penjajah berhenti sekitar tahun 1606. Ia gugur saat bertempur melawan pasukan Portugis di Perairan Selat Melaka. Jasad Malahayati dimakamkan di lereng Bukit Lamkuta, Banda Aceh.
9. Martha Christina Tiahahu
Martha Christina Tiahahu. Wikipedia
Martha Christina Tiahahu merupakan salah satu pejuang wanita yang turut serta berjuang melawan tentara kolonial belanda asal Maluku. Perempuan kelahiran 4 Januari 1800 ini memulai ikut serta ke peperangan sejak berusia 17 tahun. Karena keberaniannya, membuat sosok Martha Christina Tiahahu dijuluki sebagai Srikandi dari Tanah Maluku.
Keberaniannya untuk mengangkat senjata melawan Belanda tidak lepas dari sosok ayahnya, Kapitan Paulus Tiahahu, yang merupakan seorang kapitan dari negeri Abubu atau sekarang dikenal dengan nama kepulauan Uliase, Maluku. Melansir dari elibrary.unikom.ac.id, sejak kecil, Martha telah melihat perilaku tentara Belanda yang sewenang-wenang terhadap masyarakat Maluku. Karena hal tersebut membuat dendam dan ingin ikutserta secara langsung melawan pasukan Belanda.
Martha Christina Tiahahu mulai terjun ke lapangan perang secara langsung ketika berusia 17 tahun. Martha turut membantu Thomas Matulessy dalam Perang Pattimura pada 1817. Di bawah komando Pattimura, Christina martha Tiahahu ditunjuk menjadi salah satu pemimpin pasukan bersama ayahnya, Kapitan Abubu, dan beberapa pemimpin lainnya.
Semenjak saat itu, Christina aktif ikut serta dalam peperangan membela rakyat untuk melawan tentara Belanda. Namun, pada 14 November 1817, rombongan pasukan Martha Christina Tiahahu tertangkap pasukan Belanda. Dalam peristiwa itu, Martha Christina Tiahahu hanya ditahan karena dianggap masih di bawah umur. Akan tetapi, ayahnya harus dihukum mati.
10. Opu Daeng Risaju
Opu Daeng Risaju/Foto: Instagram/IKPNI
Opu Daeng Risaju dilahirkan di Palopo Luwu tahun 1880. Sebagai seorang bangsawan Opu Daeng Risaju, memperoleh tempat tersendiri dalam masyarakat seperti halnya para bangsawan tinggi lainnya, yang sekalipun tidak menduduki jabatan dalam Birokrasi Kerajaan, tetapi titulahir Opu yang disandangnya menjadikan dirinya menempati kedudukan yang terhormat di mata masyarakat. Dengan predikat itulah Opu Daeng Risaju dapat bergerak secara leluasa kemanapun dan dapat menemui semua orang dari lapisan masyarakat manapun.
Opu Daeng Risaju, secara formal tidak pernah mengikuti pendidikn dalam arti sekolah, karena sejak kecil ia hanya diajarkan Pendidikan agama oleh pengasuhnya. Hari-harinya dimasa kanak-kanak diisi dengan belajar mengaji Al-Qur’an hingga tamat 30 juz. Ia juga belajar dan memperoleh Pendidikan agama oleh pengasuhnya. Selama itu ia juga belajar Fiqih, Nahwu, Syaraf dan Balaghah dari beberapa orang guru agama dan ulama di Sabang Paru, Luwu. Pengetahuannya tentang Nahwu, Syaraf dan Balaghah adalah pengetahuan dalam pengkajian ilmu-ilmu agama yang lebih tinggi.
Dasar Pendidikan yang diperolehnya memang tidak setinggi pengetahuan agama yang dimilikinya. Hal ini disebabkan karena pandangan masyarakat tradisional Ketika itu tentang Pendidikan yang hanya memberi kesempatan terbatas untuk anak perempuan dan dianggap cukup hingga ke tingkat kepandaian membaca dan menulis huruf latin saja. Hal yang sama juga dialami oleh Opu Daeng Risaju yang kemampuan ilmu agama dimilikinya pun melampaui kepandaianny dalam pengetahuan umum.
Pada tahun 1905 Belanda melakukan Ekspedisi terhadap seluruh kerajaan di Sulawesi Selatan, tak terkecuali kerajaan Luwu. Pada waktu itu Opu Daeng Risaju bersama suami kemudian meninggalkan Palopo dan menetap di Pare-pare. Di pare-pare inilah Opu Daeng Risaju mulai akatif di organisasi Partai Syerekat Islam Indonesia (PSII). Pada tahun 1927 Opu Daeng Risaju mulai aktif di organisasi PSII cabang pare-pare yang merupakan organisasi yang bergerak dibidang politik untuk menentang kaum penjajah.
Keaktifan Opu Daeng Risaju dalam organisasi PSII di pare-pare memberikan pengalaman kepadanya. Opu Daeng Risaju tercatat dalam sejarah sebagai Wanita pertama di Indonesia yang menjadi pucuk pimpinan partai politik yang berasaskan Islam yakni PSII. Sebagai seorang putri keturunan bangsawan, Opu Daeng Risaju dalam dirinya telah tertanam sikap dan jiwa patriotism serta daya karismatik terhdap masyarakat. Opu Daeng Risaju dalam melakukan perjuangannya dalam menyebarkan ajaran Islam di Tanah Luwu mendapatkan kendala baik dari pihak Belanda maupun pihak keluarga.
Hal itu tidak menyurutkan semangat perjuangan Opu Daeng Risaju untuk terus membangun PSII. Oleh sebab itu Belanda datang untuk menangkap Opu Daeng Risaju beserta pengikutnya. Setelah menjalani masa tahanan dukunganpun datang dari berbagai utusan dan undangan yang memintanya untuk mendirikan ranting PSII ditanah Luwu seperti di Maili dan Patampanua. Opu Daeng Risaju bersama dengan suaminya dibawa ke Palopo melalui jalan laut dengan pengawalan yang cukup ketat dan tangan diborgol karena dianggap membahayakan.
Pada waktu itu pemborgolan terhadap kaum bangsawan merupakan bentuk pelecehan terhadap kaum bangsawan dan keluarganya. Bahkan Opu Daeng Risaju menerima hukuman oleh pihak Belanda dan Ketua Ditrik Bajo saat itu untuk lari mengelilingi lapangan bola pada siang hari dengan letusan senapan di dekatnya. Bahkan, sebuah senapan diletuskan di samping telinganya persis. Hukuman tersebut membuat gendang telinga Opu Daeng Rasudju pecah dan menjadi tuli seumur hidup.
Halaman