Kasus KDRT Bukan Aib Keluarga, Pentingnya Media Sosial Bantu Korban Berani Speak Up

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Ilustrasi KDRT/kekerasan domestik. Shutterstock

Ilustrasi KDRT/kekerasan domestik. Shutterstock

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) selama ini sudah banyak terjadi tetapi masyarakat masih kurang tanggap karena korban KDRT tidak mengungkapkannya dengan berbagai alasan, misalnya malu, takut, atau menyimpan sendiri karena dianggap aib keluarga.

Psikolog klinis di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Menur Surabaya, Ella Titis Wahyuniansari, pun mengatakan media sosial bisa membantu korban KDRT untuk lebih terbuka. “Kalau ada kasus KDRT lalu viral di media sosial, itu sebenarnya bukan viralnya yang penting melainkan bisa membantu. Mungkin selama ini korban ada rasa malu atau takut. Kalau dia sudah memviralkan, otomatis dia sudah berani show up (terbuka), sudah menunjukkan pada orang bahwa, 'Ini lho, aku mengalami KDRT, tolong aku',” ujar Ella, Jumat, 16 Agustus 2024.

Ia mengatakan hal tersebut untuk menanggapi kasus KDRT yang dialami pemengaruh asal Aceh, Cut Intan Nabila. Menurutnya, viralitas di media sosial apabila disikapi secara positif dapat memicu respons dari masyarakat untuk lebih peduli terhadap kasus kekerasan.

“Sebenarnya kalau menurut saya bukan karena viral terus baru ditangani melainkan kepada bagaimana viralnya itu membantu agar cepat tertangani. Kalau misalnya lebih viral itu lebih banyak masyarakat yang menjangkau. Ketika sudah viral, masyarakat mulai menanggapi, mulai ramai, jadi tanggapan masyarakat itu yang menjadi bentuk kepedulian,” ucapnya.

"Masalahnya kalau kita ada di dalam lingkup rumah tangga, tidak sedikit yang berpikiran bahwa karena keluarga, ini aib sehingga harus ditutupi. Kemudian pikiran-pikiran bahwa nanti dia (pelaku kekerasan) akan berubah, misal ketika anaknya sudah besar pasti akan berubah dan lain sebagainya," tambahnya.

Layanan Psikologi di Puskesmas

Ia mengapresiasi pemerintah yang sudah membuat berbagai kebijakan, termasuk menyediakan layanan psikolog klinis di puskesmas yang dapat diakses dengan biaya terjangkau oleh masyarakat.

"Kalau yang saya lihat di Surabaya dan DI Yogyakarta, sudah saya temukan seperti itu. Di puskesmas-puskesmas sudah ada psikolog klinis, jadi pemerintah itu sudah mulai memberikan layanannya. Hanya saja perlu lebih diperhatikan agar lebih menjangkau wilayah terpencil," saran Ella.

Untuk itu, ia menekankan pentingnya edukasi kepada masyarakat agar bisa mengakses layanan-layanan tersebut karena selama ini masih ada stigma negatif ketika orang hendak berkonsultasi ke rumah sakit jiwa.

Pilihan Editor: 3 Langkah Efektif Membantu Korban KDRT Lepas Dari Belenggu Kekerasan

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."