Selain Jeans, 3 Pakaian Ini Dilarang di Korea Utara

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Ilustrasi perempuan memakai rok pendek. Foto: Freepik.com

Ilustrasi perempuan memakai rok pendek. Foto: Freepik.com

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Korea Utara terkenal dengan kontrolnya yang ketat atas berbagai aspek kehidupan sehari-hari, termasuk gaya busana. Di Korea Utara, mode bukan hanya tentang gaya pribadi, tetapi juga tentang kesesuaian dengan nilai-nilai negara. Berikut adalah pakaian dan alas kaki yang dilarang di Korea Utara beserta alasan yang melatarbelakanginya.

1. Rok mini

Rok mini termasuk pakaian yang dilarang di Korea Utara sebagai bagian dari kampanye pemerintah untuk menegakkan kesopanan dan nilai-nilai tradisional. Negara menegakkan aturan panjang rok harus di bawah lutut.

Peraturan ini dimaksudkan untuk mempertahankan kesederhanaan dan mencegah pengaruh tren mode Barat yang mungkin mempromosikan sikap yang lebih liberal terhadap gender dan seksualitas.

2. Pakaian berlogo merek

Pakaian dengan logo atau nama merek terkemuka dilarang di Korea Utara untuk mencegah tampilan simbol asing dan merek komersial. Pemerintah memandang pakaian bermerek sebagai bentuk propaganda kapitalis yang dapat merusak ideologi negara dan mempromosikan materialisme.

Dengan membatasi barang-barang tersebut, rezim berupaya mengendalikan pengaruh budaya konsumen barat dan mempertahankan kemurnian ideologis.

3. Baju berwarna mencolok

Baju berwarna cerah atau mencolok sangat diatur di Korea Utara, di mana fokusnya adalah model pakaian yang kalem dan seragam. Pemerintah membatasi warna-warna cerah dan desain yang mencolok serta berkilauan untuk mencegah segala bentuk ekspresi individu yang mungkin menarik perhatian atau menyarankan penyimpangan dari norma yang disetujui negara.

Warna-warna yang kerap dipakai masyarakat Korea Utara adalah biru tua, abu-abu, dan coklat.

Selain mempertahankan rasa keseragaman dan disiplin di antara populasi, larangan baju mencolok bertujuan mengecilkan ekspresi diri yang dapat dilihat sebagai otoritas negara yang menantang. Larangan ini juga mencerminkan keinginan rezim untuk mencegah munculnya subkultur atau tren yang dapat menyimpang dari nilai-nilai negara dan estetika.

4. Jeans

Baju atau celana jeans, bahan dilarang di Korea Utara sebagai simbol pengaruh barat dan budaya kapitalis. Rezim memandang jeans sebagai lambang konsumerisme Barat, yang dianggapnya sebagai ancaman bagi ideologinya yang sosialis. Dengan melarang jeans, pemerintah bertujuan untuk mengekang pengaruh budaya Barat dan memperkuat identitas politik dan budaya sendiri.

Dengan melarang jeans, Korea Utara berupaya mencegah penyebaran individualisme dan pemberontakan, menjaga bentuk kemurnian ideologisnya sendiri.

5. Sepatu hak tinggi

Sepatu hak tinggi adalah benda mode lain yang dibatasi di Korea Utara. Larangan ini terkait dengan penekanan pemerintah pada kepraktisan dan keseragaman pakaian. Sepatu hak tinggi, yang sering dikaitkan dengan mode barat dan feminitas, dianggap tidak praktis dan berpotensi mengganggu penekanan negara pada pakaian fungsional dan sederhana.

Fashion di Korea Utara dikendalikan dengan ketat oleh negara, mencerminkan upaya yang lebih luas untuk menegakkan kesesuaian ideologis dan menekan pengaruh eksternal. Larangan pada rok pendek, pakaian logo, sepatu hak tinggi, pakaian berwarna cerah atau mencolok, dan jeans menggambarkan komitmen rezim untuk mempertahankan penampilan yang seragam di antara warganya dan mencegah infiltrasi nilai-nilai budaya Barat. Pembatasan ini bukan hanya tentang fashion, melainkan tentang menjunjung tinggi kontrol negara atas populasinya dan memperkuat sikap ideologisnya.

Pilihan Editor: 5 Pakaian yang Sebaiknya Dihindari Perempuan Bertubuh Besar, Agar Pesona Diri Kian Terpancar

TIMES OF INDIA

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."