Daftar Perempuan Peraih Nobel Sains dan Kedokteran, Marie Curie hingga Tu Youyou

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Marie Curie (Foto/Wikipedia)

Marie Curie (Foto/Wikipedia)

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Penghargaan Nobel dianugerahi setiap tahun oleh Akademi Ilmu Pengetahuan Kerajaan Swedia, Akademi Swedia, Institut Karolinska, dan Komite Nobel Norwegia kepada orang-orang yang membuat jasa-jasa menakjubkan dalam bidang Kimia, Fisika, Nobel Kesusastraan, Perdamaian, Fisiologi atau Kedokteran dan Ekonomi. Pada ulasan kali ini Cantika menampilan para perempuan yang menorehkan kiprahnya di bidang Sains dan Kedoketran. 

Daftar perempuan peraih Nobel Sains dan Kedokteran: 

1. Marie Curie

Marie Curie. Wikipedia

Maria Salomea Sklodowska-Curie (7 November 1867 – 4 Juli 1934) adalah perintis dalam bidang radiologi dan pemenang Hadiah Nobel dua kali, yakni Fisika pada 1903 dan Kimia pada 1911. Ia mendirikan Curie Institute. Bersama dengan suaminya, Pierre Curie, ia menemukan unsur radium. 

Dia merupakan satu-satunya orang yang memenangkan Hadiah Nobel dalam dua bidang sains yang berbeda. Dia merupakan istri dari Pierre Curie, dan ibu dari Irène Joliot-Curie dan Ève Curie. Ia adalah salah satu peneliti terpenting dalam bidang radiasi dan efeknya sebagai perintis radiologi. Catatan miliknya berisi tentang radioaktif, sampai baru-baru ini seorang cucu perempuannya mendekontaminasinya.

Marie Curie dibesarkan di Polandia dalam keluarga guru. Karena krisis di Polandia, ia jatuh miskin dan harus hidup hemat. Yang lebih menyedihkan lagi, ia harus sembunyi-sembunyi untuk belajar ilmunya. Pada tahun 1891 Marie melanjutkan studinya tentang Fisika dan Matematika di Universitas Sorbonne. Baru setelah dia pergi ke Paris untuk sekolah di Universitas Sorbonne maka dia bisa lebih leluasa untuk melakukan riset sampai akhirnya dari bekalnya itu dia mampu mengisolasi radium dari laboratorium tuanya yang sederhana; dari sinilah awal kepopulerannya.

Marie Curie lahir di Warsawa, Polandia pada 7 November 1867. Ayahnya, Wladyslaw, adalah seorang instruktur matematika dan fisika. Ibunya, Bronislawa, juga berprofesi sebagai guru, meninggal karena tuberkulosis pada saat Curie berusia 10 tahun. Marie Curie adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Keempat saudaranya adalah Zosia, Josef, Bronya, dan Hela. Semasa kecil Marie Curie tumbuh menjadi anak yang cerdas dengan rasa ingin tahu yang tinggi dan cemerlang di sekolah.

Marie Curie tidak dapat melanjutkan pendidikan tinggi di Universitas Warsawa yang hanya menerima mahasiswa pria. Ia melanjutkan pendidikan di "universitas terapung" Warsawa yang merupakan kelas informal bawah tanah yang diadakan secara rahasia.[3]

Marie Curie dan saudara perempuannya, Bronya, bermimpi untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri untuk mendapatkan gelar secara resmi. Namun, karena kekurangan biaya, mereka memutuskan untuk menempuh pendidikan secara bergantian. Marie bekerja untuk mendukung saudarinya yang bersekolah, dan kemudian saudarinya nantinya mendukung Marie setelah ia lulus. Oleh karena itu, selama lima tahun, Marie bekerja sebagai tutor dan mengajar anak-anak di rumah. Marie menggunakan waktu luang untuk belajar tentang fisika, kimia dan matematika.

Meski pernah mengalami waktu yang sulit ketika berada di Universitas Indonesia, 1891, Marie sangat menyukai waktu ketika ia belajar. Belajar, dalam hal ini sains, telah menjadikan hidupnya sangat istimewa. Ia bahkan pernah memiliki periode—yang keluarganya menyebut itu--'heroik'. Ia sendiri pernah menyatakan: "Kehidupan ini, menyakitkan dari sudut pandang tertentu, memiliki, untuk semua itu menjadi pesona yang nyata bagi saya. Itu memberi saya rasa kebebasan dan kemandirian yang sangat berharga"

Pada tahun 1891 Marie Curie akhirnya bisa melanjutkan pendidikan di Universitas Sorbonne, Paris. Selama di universitas, ia mulai belajar dengan antusias dan penuh semangat. Namun, karena kekurangan biaya, sehar-hari ia hanya makan roti mentega dan teh yang kemudian menyebabkan kesehatannya kadang memburuk.Marie Curie meraih gelar master di bidang fisika pada tahun 1893 dan kemudian master di bidang matematika pada tahun berikutnya.

Bersama suaminya dan Henri Becquerel, Marie Curie meraih Hadiah Nobel Fisika pada tahun 1903 untuk karya mereka tentang radioaktivitas. Mereka kemudian menggunakan uang hadiah untuk melanjutkan penelitian. Dengan kemenangan ini, Marie Curie kemudian juga mendapat reputasi internasional atas usahanya bidang ilmu pengetahuan.

Marie mengunjungi Polandia untuk yang terakhir kalinya pada awal tahun 1934.[5][6] Ia tak mengetahui bahaya zat radioaktif saat mencoba mengisolasinya, sehingga terlalu sering melakukan kontak langsung dengan unsur-unsur tersebut. Radiasi sinar radium yang berlebih memberi dampak negatif bagi tubuhnya, ia mengidap anemia. Tiga bulan kemudian pada tanggal 4 Juli 1934 di Haute Savoie, Curie mengembuskan napas terakhirnya. Dunia kehilangan seorang wanita tangguh yang berjasa pada pengembangan pengetahuan dan kemanusiaan.

2. Irène Joliot-Curie

Irène Joliot-Curie. Dok Wikipedia

Irène Joliot-Curie yang lahir 12 September 1897 ialah ilmuwati Prancis, putri Marie dan Pierre Curie dan istri Jean Frederic Joliot. Ia belajar di fakultas sains di Sorbonne namun pendidikannya terputus oleh PD I selama ia menjabat sebagai radiografer perawat. Setelah perang, ia menerima gelar doktornya dalam sains, mengerjakan tesis pada sinar alfa polonium.

Pada tahun 1926 ia menikah dengan Jean Frédéric Joliot (kedua pengantin menghubungkan kedua nama belakangnya) dan berkolaborasi pada radioaktiovitas alami dan buatan, transmutasi unsur, dan fisika nuklir. Pada tahun 1935 menerima Hadiah Nobel Kimia. Pada tahun 1938 risetnya pada aksi neutron pada unsur berat, merupakan langkah penting dalam penemuan fisi nuklir. Ia menjadi guru besar Fakultas Sains di Paris pada 1937, dan pada 1946 Direktur Institut Radium.

Merupakan aktivis perdamaian, ia mengambil perhatian tekun dalam hak wanita, menjadi anggota Comité National de l'Union des Femmes Françaises dan pada Dewan Perdamaian Dunia. Ia merupakan Ketua Fisika Nuklir di Sorbonne, dan pada 1936 pemerintah Prancis mengangkatnya sebagai Menteri Muda Negara untuk Riset Ilmiah dan akhirnya ia terpilih sebagai Petugas Legion of Honour. Jean Frédéric dan Irene Joliot-Curie mempunyai satu anak perempuan, bernama Helene, dan satu anak laki-laki bernama Pierre. Irene Joliot-Curie meninggal akibat leukemia yang diidap selama kerjanya.

3. Maria Goeppert-Mayer

Maria Goeppert-Mayer. Wikipedia

Maria Goeppert-Mayer lahir pada 28 Juni 1906 adalah seorang fisikawan Amerika Serikat–Jerman. Ia merupakan satu-satunya anak Friedrich Goeppert dan istrinya Maria Wolff. Dari sisi ayahnya, ia merupakan keturunan langsung ketujuh dari guru besar universitas.

Pada tahun 1910 ayahnya menjabat sebagai profesor ilmu kesehatan anak-anak di Göttingen di mana Maria menghabiskan sebagian besar hidupnya sampai menikah. Ia mengikuti sekolah privat dan umum di Göttingen dan mendapatkan keberuntungan besar memiliki guru yang baik. Bagaimanapun juga ini tak pernah didiskusikan, tetapi dianggap pasti oleh orang tuanya seperti oleh dirinya sendiri bahwa ia akan ke perguruan tinggi. Namun, saat itu ini tak secara sepele bagi seorang wanita untuk melakukannya. 

Di Göttingen hanya ada sendirian sekolah yang disokong yang mempersiapkan para gadis untuk "abitur", ujian masuk universitas. Sekolah ini menutup pintunya selama inflasi, tetapi gurunya terus memberi petunjuk pada muridnya. Maria Goeppert akhirnya mengambil ujian abitur di Hannover, pada 1924, diuji oleh guru yang tak pernah dijumpainya dalam hidupnya.

Di musim semi 1924 ia mengikuti pendidikan di Universitas Göttingen, dengan tujuan untuk menjadi matematikawati. Namun segera ia mengetahui dirinya sendiri yang lebih tertarik dengan fisika. Ialah waktu di mana mekanika kuantum masih muda dan mengasyikkan.

Selain 1 masa yang dihabiskannya di Cambridge, Inggris, di mana keuntungan terbesarnya ialah belajar bahasa Inggris, karier perguruan tingginya secara keseluruhan terjadi di Göttingen. Secara dalam ia berhutang dengan Max Born, untuk bimbingannya yang baik dari pendidikan ilmiahnya. Ia mengambil gelar doktornya pada tahun 1930 dalam fisika teoretis. Ada 3 pemenang Hadiah Nobel pada komite doktoral, Born, Franck, dan Windaus.

Sesaat sebelumnya ia telah bertemu Joseph Edward Mayer, anggota Rockefeller Amerika yang bekerja dengan James Franck. Pada tahun 1930 mereka menikah dan pergi ke Universitas Johns Hopkins di Baltimore. Saat itu ialah masa depresi, dan tak ada universitas yang berpikir untuk mempekerjakan istri profesor. Namun Maria tetap bekerja, hanya untuk kesenangan berfisika.

Karl F. Herzfeld mengambil perhatian dalam kerja Maria, dan di bawah pengaruh dan juga dari suaminya, secara pelan ia berkembang menjadi fisikawan kimia. Ia menulis berbagai karya dengan Herzfeld dan dengan suaminya, dan ia mulai bekerja pada warna molekul organik.

Pada tahun 1939 mereka pindah ke Universitas Columbia. Dr. Goeppert Mayer mengajar setahun di Sarah Lawrence College, tetapi ia terutama bekerja di Laboratorium S. A. M., pada pemisahan isotop uranium, dengan Harold Urey sebagai direktur. Urey biasa tak menugasinya pada jalur utama riset laboratorium, tetapi pada persoalan sebelah, misalnya, pada pengamatan kemungkinan pemisahan isotop dengan reaksi fotokimia. Ini bagus, fisika yang murni walau tak menolong dalam pemisahan isotop.

Pada tahun 1946 mereka pergi ke Chicago. Inilah tempat pertama di mana ia tak dianggap menyusahkan, tetapi disambut dengan tangan terbuka. Tiba-tiba ia menjadi guru besar di jurusan fisika dan di Institut untuk Studi Nuklir. Ia juga dipekerjakan oleh Laboratorium National Argonne dengan sedikit pengetahuan tentang fisika nuklir! Ini perlu beberapa waktu untuk menemukan jalannya di sini, untuknya, bidang baru. Namun dalam suasana Chicago, cukup mudah belajar fisika nuklir. Ia menerima banyak diskusi dengan Teller Ede, dan khususnya dengan Enrico Fermi, yang amat sabar dan suka menolong.

Pada tahun 1948 ia mulai bekerja pada bilangan ajaib, tetapi itu mengambil tahun-tahun lainnya untuk menemukan penjelasannya, dan beberapa tahun untuk memecahkan akibatnya. Kenyataan bahwa Haxel, Jensen dan Suess, yang tak pernah ditemuinya, memberi penjelasan yang sama di saat yang sama membantu meyakinkannya bahwa itu benar. 

Ia bertemu Johannes Hans Jensen pada 1950. Beberapa tahun kemudian pesaing dari kedua sisi Atlantik memutuskan menulis buku bersama. Pada tahun 1960 mereka tiba di La Jolla di mana Maria Goeppert Mayer ialah guru besar fisika. Ia merupakan anggota Akademi Sains Nasional dan anggota pengurus surat-surat pada Akademie der Wissenschaften di Heidelberg.

Ia telah menerima gelar kehormatan Doctor of Science dari Russel Sage College, Mount Holyoke College dan Smith College. Mereka punya 2 anak, keduanya lahir di Baltimore, Maria Ann Wentzel, kini di Ann Arbor, dan seorang putra, Peter Conrad, murid lulusan ekonomi di Berkeley.

Pada tahun 1963, Maria Goeppert-Mayer dianugerahi Hadiah Nobel Fisika dengan Johannes Hans Daniel Jensen atas penemuan mereka yang berkaitan dengan struktur kulit nuklir. Bersama mereka, Eugene Paul Wigner juga mendapat Penghargaan Nobel dalam Fisika untuk sumbangannya pada teori nukleus atom dan unsur dasar, terutama melalui penemuan dan penerapan asas simetris fundamental. Maria Goeppert-Mayer meninggal pada tanggal 20 Februari 1972.

4. Ada Yonath

Ada Yonath. Wikipedia

Ada E. Yonath adalah direktur dan ahli Crystallograph/biologi molekuler dari Institut Sains Weizmann, Israel. Ada Yonath mendapat hadiah Nobel untuk bidang kimia tahun 2009 bersama-sama dengan Venkatraman Ramakrishnan dan Thomas A. Steitz untuk hasil kerja dan riset mereka mengenai struktur dan fungsi ribosom.

Ada E. Yonath lahir di Jerusalem, Israel pada 22 Juni 1939. Orang tuanya bermigrasi dari Polandia. Meskipun ayahnya adalah seorang pemuka agama, keluarganya mencoba untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan membuka toko grosir. Setelah kematian ayahnya, keluarganya pindah ke Tel Aviv. Yonath punya seorang anak perempuan.

Ada Yonath memperoleh gelar sarjana dalam bidang kimia (1962) dan gelar master dalam bidang biokimia (1964) dari Universitas Hebrew Jerusalem. Setelah itu, dia melanjutkan studi ke Weizmann Institute of Science sebagai mahasiswa pascasarjana dan mengambil studi Kristalografi Sinar-X dan memperoleh gelar PhD pada tahun 1968.

Setelah menyelesaikan masa magangnya yang sesaat sebagai peneliti pascasarjana di Universitas Carnegie Mellon, Pittsburgh, Pennsylvania, dia bergabung dengan Departemen Kimia di Institut Teknologi Massachusetts (MIT). 

Di sana dia memulai penelitiannya tentang struktur ribosom menggunakan kristalografi sinar-x dan memulai pengembangan pendekatan baru untuk mempelajari molekul kompleks. Yonath bekerja di Weizmann Institute of Science. Selain bekerja di sana, dia juga bekerja untuk beberapa universitas Eropa dan Amerika.

Fungsi utama sebuah organisme diatur oleh molekul protein kompleks dan besar yang diproduksi di sel ribosom. Di sana, informasi genetik dari RNA diterjemahkan ke dalam rantai asam amino yang kemudian membangun protein.

Pada tahun 1970-an, Yonath memulai proyek yang berujung pada tahun 2000 dengan kesuksesannya memetakan (bersama dengan peneliti lainnya) struktur ribosom, yang mana terdiri atas ratusan dari ribuan atom dengan menggunakan kristalografi sinar-x. Di antara proposal lainnya, ini menjadi penemuan penting terkait dengan produksi antibiotik.

5. Gerty Theresa Cori

Gerty Cori Dok. nobelprize.org

dr. Gerty Theresa Cori ialah wanita pertama Amerika Serikat yang menerima Penghargaan Nobel Fisiologi atau Kedokteran pada 1947, yang diterimanya bersama suaminya dr. Carl Ferdinand Cori, dan dr. Bernardo Houssay dari Argentina.

dr. Cori lahir pada 15 Agustus 1896 di Praha, yang saat itu merupakan bagian dari Kekaisaran Austria-Hungaria. Ia adalah yang tertua dari 3 puteri Martha dan Otto Radnitz, manajer pabrik gula. Keluarga itu Yahudi dan ia dididik oleh guru privat. Pada usia 16 dan dipengaruhi oleh pamannya, yang merupakan profesor kedokteran anak di Universitas Praha, Cori memutuskan untuk belajar kedokteran. Ia lulus dengan gelar dokter pada 1920.

Saat ia menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran, ia bertemu dengan Carl F. Cori, teman sekolahnya. Mereka sama-sama mengalami banyak kegiatan luar dan memiliki minat dalam penelitian laboratorium. Mereka menikah pada 5 Agustus 1920, dan menerima kedudukan di Universitas Wina. Mereka memutuskan mengembangkan karier dalam penelitian kedokteran ketimbang praktik dokter.

Pada 1922, mereka beremigrasi ke Amerika Serikat untuk bergabung dengan staf di Buffalo's New York Institute of Malignant Diseases. Ia menjadi asisten patologi dan ia ditunjuk sebagai asisten biokimia. Mereka menjadi warganegara AS pada 1928 dan pada 1936, mereka telah memiliki putra tunggal, Carl Thomas. Selama di Buffalo, mereka berkonsentrasi pada penyerapan gula dari usus dan pengaruh epinefrin insulin pada nasib karbohidrat yang diserap dan atau pembentukan dan degradasi gliserin.

Keluarga Cori menerima kedudukan di Fakultas Kedokteran Washington University di St. Louis. Ia menjadi KaBag Farmakologi dan ia mengambil kedudukan peneliti dengan setengah gaji. Gerty menjadi guru besar penuh pada 1947, dan pada tahun itu juga ia menerima Hadiah Nobel dalam Fisiologi atau Kedokteran dengan suaminya dan dr. Bernardo A. Houssay dari Argentina. Ia adalah wanita ke-3 di dunia yang menerima penghargaan bergengsi itu dan wanita Yahudi-Amerika pertama yang menerima kehormatan itu. Pada 1952 Presiden Amerika Serikat Harry S. Truman memilihnya ke National Science Board dari National Science Foundation.

dr. Gerty Cori menerima banyak penghormatan dan penghargaan selama hidupnya, dan di antaranya ialah The Midwest Award dari American Chemical Society, pada 1946; Squibb Award dalam endokrinologi, pada 1947; Garvan Medal dan Women's National Press Award pada 1948; Sugar Research Prize dari National Academy of Sciences pada 1950 Borden Foundation Award untuk penelitian kedokterannya yang menpnjol pada 1950.

 Ia menerima dengan suaminya, Carl Cori, Squibb dan American Chemical Awards. Ia menerima gelar kehormatan dari Smith College, Yale University, dan Rochester University. Ia juga salah satu dari 12 wanita yang dihormati di Hobart and William Smith Colleges di Geneva, New York pada 1949, pada upacara kedokteran medis pertama yang diberikan bagi wanita.

Pada musim panas 1947, ia mulai merasakan gejala Myelofibrosis, penyakit penyempitan tulang yang jarang terjadi. Selama 10 tahun ia meneruskan kerjanya, menderita pusing namun menolak menghentikan kegiatan laboratoriumnya. Pada 26 Oktober 1957, ia meninggal akibat gagal ginjal.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."