Catat, Wisatawan Wajib Daftar ETA untuk Masuk ke Thailand Mulai Desember 2024

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Dua wanita menggunakan pakaian tradisional menikmati es krim, berbentuk seperti ubin di kuil Wat Arun atau Kuil Fajar, di Bangkok, Thailand, 8 Juli 2023. Es krim, dengan santan kacang kupu-kupu dan teh susu Thailand, meniru piring keramik biru dan detail bunga pagoda. REUTERS/Athit Perawongmetha

Dua wanita menggunakan pakaian tradisional menikmati es krim, berbentuk seperti ubin di kuil Wat Arun atau Kuil Fajar, di Bangkok, Thailand, 8 Juli 2023. Es krim, dengan santan kacang kupu-kupu dan teh susu Thailand, meniru piring keramik biru dan detail bunga pagoda. REUTERS/Athit Perawongmetha

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Bagi Anda yang ingin bepergian ke Thailand akhir tahun ini, ketahui ada  aturan baru. Thailand bakal menerapkan sistem otorisasi perjalanan elektronik (ETA) bagi wisatawan dari negara bebas visa, termasuk Indonesia, mulai Desember 2024.

Sistem ini dilakukan untuk menyederhanakan prosedur imigrasi dan meningkatkan pemeriksaan orang asing yang masuk ke negara tersebut. 

Menurut Kementerian Luar Negeri Thailand, setiap wisatawan dari semua negara bebas visa yang memasuki Thailand melalui darat, udara, atau laut, wajib menerapkan sistem ini, kecuali dari Kamboja, Laos, dan Malaysia.

"Langkah ini merupakan bagian dari upaya Thailand yang lebih luas untuk meningkatkan keamanan nasional dan memperbaiki manajemen arus pengunjung, sambil mempertahankan statusnya sebagai tujuan wisata global utama," kata kementerian tersebut.

ETA akan memungkinkan satu kali masuk ke Thailand dan akan berlaku selama 60 hari sejak tanggal penerbitan. Wisatawan memiliki opsi perpanjangan satu kali hingga 30 hari.

Pelancong yang memegang ETA akan dapat menggunakan gerbang imigrasi otomatis di titik pemeriksaan masuk, mempercepat proses izin hanya dengan memindai kode QR pada ETA mereka.

Apa Itu ETA?

ETA adalah bentuk penyaringan awal untuk pelancong yang dibebaskan dari visa ke negara-negara tertentu, menurut Aaron Wong, pendiri situs web perjalanan The MileLion seperti dikutip dari CNA. Berbeda dengan visa, ETA lebih ditujukan untuk kunjungan jangka pendek dan umumnya tidak terlalu sulit untuk mendapatkannya.

“Tidak seperti visa tradisional, yang biasanya melibatkan wawancara, formulir yang panjang, dan kunjungan langsung ke konsulat, ETA biasanya diajukan secara daring dan diberikan dalam jangka waktu yang lebih pendek,” katanya.

Fungsi ETA

Sistem ini ETA dapat digunakan untuk menilai kesehatan wisatawan, catatan kriminal, dan riwayat perjalanan. ETA juga bisa jadi alasan untuk memungut biaya dari setiap pengunjung, karena sebagian besar aplikasi ETA disertai dengan biaya administratif. 

ETA juga ditautkan secara elektronik ke paspor pelancong, untuk digunakan untuk perjalanan wisata atau bisnis singkat, sedangkan visa digunakan untuk tinggal lebih lama dengan tujuan tertentu seperti pekerjaan atau studi, kata Wong.

Sistem ini sudah diterapkan di beberapa negara seperti Australia, Kanada, dan Amerika Serikat yang disebut dengan Electronic System for Travel Authorization (ESTA). Negara-negara seperti Inggris dan Jepang juga berencana menerapkan sistem ini. Uni Eropa juga akan menerapkan European Travel Information and Authorisation System yang mirip dengan ETA.

Negara Bebas Visa Thailand

Thailand memberikan akses masuk bebas visa bagi warga negara dari 93 negara dan wilayah sejak Juli 2024. Selain Asia Tenggara, negara-negara seperti Australia, Tiongkok, India, Inggris, Amerika Serikat, tidak perlu visa memasuki negara ini.

Thailand telah menerima lebih dari 21 juta wisatawan asing antara Januari dan Agustus, naik 33 persen dari tahun ke tahun.

Pilihan Editor: 10 Destinasi Wisata Terbaik di Thailand Menurut TripAdvisor

MILA NOVITA | VN EXPRESS | CNA

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."