Daftar Pelukis Perempuan Indonesia, dari Kustiyah hingga Hana Madness

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Hana Madness. Instagram/hanamadness

Hana Madness. Instagram/hanamadness

IKLAN

5. Sunarni Puji Lestari

Sunarni Puji Lestari. ANTARA/Zeynita Gibbons

Memasuki rumah Sunarni Puji Lestari yang berada di daerah pinggir pantai kota Lowestoft, Inggris, seperti hadir di galeri lukisan yang banyak bertebaran di kota London yang digelari sebagai kota seni. Tarie, demikian Sunarni Puji Lestari biasa disapa rekan-rekannya, kepada ANTARA London, Minggu mengaku hobi melukis telah dilakoninya sejak usia 10 tahun.

Saat itu Tarie mendapat tugas di sekolah dasar dalam pelajaran menggambar dan bahkan saat kelas lima sekolah dasar sudah diajak ikut lomba melukis. “Sejak sekolah dasar di Malang saya sudah senang melukis,” ujar Tarie yang hijrah ke Inggris dari Bali pada tahun 2007 mengikuti sang suami dari Inggris.

Sejak remaja perempuan 52 tahun ini senang bertualang di Surabaya, Bali dan Sumbawa yang akhirnya mengantarkannya menetap di pulau dewata tahun 1999 setelah menamatkan pendidikan Seni Rupa IKIP di Surabaya.

Pada saat menetap di Bali, tahun 2000 sampai 2001 Tarie pun mendapat pekerjaan di duty free shop yang bertugas melukis konsumen dari mancanegara yang minta dilukis, yang datang di toko bebas cukai, yang berada di daerah Nusa Dua itu. Tidak heran lukisan karya Tarie pun bertebaran di berbagai negara, tempat tinggal warga negara yang pernah dilukisnya.

Sebagai seorang seniman Bali, Tarie mengatakan ia sering mengadakan pameran dan karyanya menjadi koleksi pribadi dari warga di seluruh dunia seperti Jepang, AS, Eropa, Kanada, Afrika, Timur Tengah, Selandia Baru, Australia, Asia, dan Inggris.

Tarie yang menjadi anggota Great Yarmouth and District Society of Artists bersama seniman lain yang tinggal di wilayah Norfolk, termasuk seniman lukis yang mempersembahkan lukisan untuk Ratu Elizabeth sebagai hadiah perayaan Diamond Jubilee Ratu tahun 2012. “Saya memberikan lukisan saya berupa anjing laut yang banyak terdapat di pantai Seapollin,” ujar Tarie.

Lukisan empat ekor anjing laut yang berjemur di tepi pantai, yang dilukis Tarie selama dua hari, menjadi koleksi pribadi Ratu Inggris dan dimasukkan dalam buku kenang-kenangan yang hanya dicetak sebanyak 150 buah.

Di Lowestoft, kota pantai laut Inggris dan paroki sipil di kawasan Suffolk, Tarie mempromosikan budaya Indonesia. Berbagai aktivitas dilakukan Tarie untuk mempromosikan Indonesia mulai dari kalangan anak-anak di sekolah dasar sampai pasangan muda yang akan menikah dalam acara pesta Hen&Satg di Life Drawing.

“Saya juga bekerja di agensi yang memberikan saya pekerjaan untuk membuat acara melukis bagi sahabat pasangan yang akan menikah, ujar Tarie.

Banyak pengalaman menarik yang dialami Tarie saat mengajar melukis dengan model kedua calon pengantin berbagai daerah di Inggris termasuk mereka yang bermukim di daerah di timur laut London, seperti kota Ipswich dan Norwich.

Tarie sebelumnya tinggal daerah wisata Great Yarmouth dan pernah memiliki galeri yang diberi nama Lestari Gallery di Albert Square, Great Yarmouth di mana ia memajang seluruh lukisannya baik dari Bali yang dibawanya seperti lukisan penari, upacara ngaben di pinggir laut dan pemandangan Tanah Lot serta lukisan yang dibuat di Inggris dan ia menerima pesanan bila ada yang minta dilukis.

Dedikasi Tarie dalam berkesenian di wilayah Norfolk itu membuahkan penghargaan Chairman Award 2011/2012 dari Gt Yarmouth and District Society of Artists. Profil dan kolekasi lukisan Tarie masuk dalam buku peringatan 90 tahun organisasi artis yang ada di wilayah Great Yarmouth itu dan dicetak secara terbatas.

Tarie pernah melukis Putri Anne, anak perempuan Ratu Elizabeth waktu berkunjung ke gereja di Great Yarmouth. Di rumah Tarie yang bergaya victorian itu juga terdapat lukisan Presiden Jokowi. Lukisan itu yang pernah dipamerkan di Art Society di Perpustakaan Great Yarmouth. “Saya juga ingin menyerahkan lukisan kepada Presiden Jokowi langsung,” ujar Tarie.

Tarie pun juga pernah mempunyai galeri di kota kelahiran sementara bersamaan ia harus merawat ibunda yang sedang sakit. Tarie mengaku ia tidak akan pernah berhenti dalam berkarya meskipun harus merawat sang bunda saat itu.

Pada awalnya menetap di Inggris, Tarie mengajar anak-anak melukis dan menari seperti tari-tarian dari berbagai daerah di kalangan anak-anak sekolah dasar. Selain mengajar bahasa Indonesia, Tarie mengajarkan ilmu pengetahuan tentang budaya yang ada di Indonesia serta dasar negara dan kekayaan yang dimiliki Indonesia juga permainan serta alat musik yang ada seperti angklung dan kerajinan di mana anak-anak diajak membuat prakarya.

Putri bungsu dari tujuh bersaudara dari keluarga veteran itu mendapat jiwa seni dari kedua orang dan paman yang berprofesi sebagai pelukis kaca yang cukup dikenal.Kakak perempuan Tarie pun menjadi seorang pelukis. “Saya belajar melukis sementara kakak saya sudah bisa melukis dari sananya,” ujar Tarie yang akhirnya juga mengajar melukis di perguruan tinggi di Inggris sebagai relawan.

Lukisan Tarie yang menggunakan cat air, cat minyak, pastel dan lukisan hitam putih atau lukisan dari arang dihargai paling murah 150 poundsterling (Rp3juta) dan paling mahal 700 poundsterling (Rp14 juta).

6. Kartika Affandi

Puteri maestro lukis Affandi, Kartika Affandi (kiri), dan Menteri Koordinator Perekonomian RI, Hatta Rajasa (dua kiri) saat melihat galeri lukis milik Affandi pada acara memperingati 100 tahun Affandi di Yogyakarta, (8/7). ANTARA/Regina Safri

Kartika Affandi lahir di Jakarta pada 27 November 1934. Selain melukis ia juga menguasai seni patung.Sejak kecil belajar melukis pada ayahnya, Affandi. Tahun 1980 kuliah di ASRI Jurusan Teknik Pengawetan dan Restorasi Benda-benda Kesenian di Wina Austria. Tahun 1984 melanjutkan belajar pada ICCROM (Internasional Center of the Preservation and Restoration of Culture Property), Roma, Italia. 

Sempat juga mengenyam pendidikan di Universitas Tagore Shantiniketan India dan Politeknik School of Art London. Ia adalah salah satu dari sekelompok kecil wanita yang dari pertengahan 1980-an berhasil memamerkan karya secara teratur dan telah memperoleh pengakuan dari berbagai kalangan. Bahkan dalam konteksini, karyanya muncul sebagai sesuatu yang unik, mulai seperti halnya dari konvensional ke subversif.

Narasi lukisannya bila dilihat dari dekat larut dengan kedalaman yang kuat, kesan abstrak dalam plototan serta goresan cat minyak yang penuh semangat. Perjalanan karir Kartika Affandi jika diurutkan yaitu tahun 1964 mengikuti pameran bersama di Museum Modern of Art, Rio De Janeiro, Brazil. Tahun 1977 menjadi kurator museum Affandi hingga sekarang. Tahun 1969 menggelar pameran tunggal pertama di Jakarta dan dilanjutkan setiap tahun berpameran di kota-kota besar di Indonesia. Tahun 1970 pameran bersama di Thailand dan negeri Belanda. Tahun 1971, berpameran di Samat Art Gallery, Kuala Lumpur, Malaysia dan Malay Art Gallery, Singapura. Tahun 1972 berpameran di Palazzo delle Esposizioni, Roma. Tahun 1973 mengikuti pameran di Palaisde Beaux-Arts Bruselles, Belgia dan Benrahter Orangerie, Dusseldorf, Jerman. 

Lukisan karya Kartika Affandi yang terjual seharga 2 Miliar dalam acara lelang lukisan karya seni lintas generasi "Satu Arah untuk Indonesia Maju" di Ballroom Hotel Pullman Central Park, Jakarta pada Senin malam, 11 Februari 2019. TEMPO/Dewi Nurita

Tahun 1974, berkeliling Indonesia bagian Timur dan Thailand bagian Utara untuk melukis.Tahun 1975, berpameran di FIAP Gallery, Paris, Lily Bone Gallery Nancy Festival, Perancis dan National Art Gallery, Algeria. Tahun 1978 pameran di Credit Central Bank, Brussel, Belgia. Di tahun 1979, berpameran di Pinakota Art Gallery, Melbourne, Australia. Tahun 1980, berpameran di Gameente Massloujs Museum Netherland, Volkenkundig Museum Geradus, Gronigendan Westpries Museum, Netherland. Tahun 1981 pameran di Heimat Museum, Floritzdorf,Austria. Tahun 1982 pameran di K. Gamming Vienna International Center, Austria. Tahun 1983 pameran di Mistelbach Gallery, Vienna Intenational Center. 

Beberapa penghargaan yang pernah diperoleh antara lain: Beasiswa pemerintah Prancis untuk mengunjungi tempat-tempat kesenian di Paris (1968), Gold Medal dari Academia Italia Salsomaggiore (1980), Honorary Degree sebagai Maestro di Pittura (1982), AUREA Gold Medal dari The International Paliament for Security and Peace, USA (1983), Beasiswa dari ICCROM untuk keliling Italia (1984), Master of Painter dari Youth of Asian Artist Workshop (1985), Outstanding Artist dari Mills College di Oakland, California (1991).

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."