Mengenal Gejala SDS dan Pencegahannya, Seperti Diduga Dialami Marissa Haque

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Rezki Alvionitasari

google-image
Seorang kerabat menaburkan bunga di atas makam Marissa Haque usai prosesi pemakaman di TPU Tanah Kusir, Jakarta, Rabu, 2 Oktober 2024. Aktor dan politikus Marissa Haque meninggal dunia pada usia 61 tahun. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

Seorang kerabat menaburkan bunga di atas makam Marissa Haque usai prosesi pemakaman di TPU Tanah Kusir, Jakarta, Rabu, 2 Oktober 2024. Aktor dan politikus Marissa Haque meninggal dunia pada usia 61 tahun. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Artis senior Marissa Haque meninggal pada usia 61 tahun, Rabu, 2 Oktober 2024. Marissa yang juga dosen dan politikus ini wafat secara mendadak.

Dia disebut tidak memiliki riwayat penyakit apapun. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa istri dari penyanyi Ikang Fawzi tersebut mengalami sindrom kematian mendadak atau sudden death syndrome (SDS).

Apa penyebab orang mengalami SDS? Laman Healthline mengungkapkan hingga saat ini tidak dapat dipastikan apa penyebab SDS. Namun, mutasi gen dikaitkan dengan banyak sindrom yang terkait SDS tetapi tidak semua orang dengan SDS memiliki gen tersebut.

Ada kemungkinan gen lain terkait SDS tetapi belum teridentifikasi. Beberapa penyebab SDS tidak bersifat genetik. Beberapa obat juga disebut dapat menyebabkan sindrom yang bisa menyebabkan kematian mendadak. Contohnya sindrom QT panjang, yakni kelainan konduksi listrik jantung yang dapat menyebabkan irama jantung yang cepat dan tidak beraturan (aritmia).

Sindrom QT panjang ini dapat terjadi akibat penggunaan obat-obatan seperti antihistamin, dekongestan, antibiotik, diuretik, antidepresan, hingga antipsikotik. Selain faktor risiko ini, kondisi medis tertentu dapat meningkatkan risiko SDS, seperti gangguan bipolar. 

Litium terkadang digunakan untuk mengobati gangguan bipolar dan obat ini dapat memicu gangguan irama jantung. Kemudian penyakit jantung, epilepsi, aritmia, dan kardiomiopati hipertrofik juga berisiko menyebabkan kematian mendadak. Beberapa orang dengan SDS mungkin tidak menunjukkan gejala hingga mulai mengonsumsi obat-obatan tertentu. Kemudian, SDS yang diinduksi obat pun muncul.

Apa saja gejala SDS?

Sayangnya, gejala atau tanda pertama SDS dapat berupa kematian mendadak dan tak terduga. SDS juga dapat menyebabkan gejala seperti nyeri dada, terutama saat berolahraga, kehilangan kesadaran, kesulitan bernapas, pusing, jantung atau perasaan berdebar-debar. Juga termasuk pingsan yang tidak dapat dijelaskan, terutama saat berolahraga.

Apakah SDS dapat dicegah?

Diagnosis dini merupakan langkah penting dalam mencegah episode yang fatal. Jika memiliki riwayat SDS dalam keluarga, dokter mungkin dapat menentukan apakah pasien juga memiliki sindrom yang dapat menyebabkan kematian yang tidak terduga.

Jika ya, pasien dapat mengambil langkah-langkah untuk mencegah kematian mendadak, misalnya menghindari obat yang memicu gejala seperti antidepresan dan obat penghambat natrium.

Selain itu, segeralah berobat jika demam, berolahraga dengan hati-hati, mempraktikkan langkah-langkah kesehatan jantung yang baik, termasuk konsumsi makanan yang seimbang, dan melakukan pemeriksaan rutin ke dokter atau spesialis jantung.

Selain berkonsultasi rutin dengan dokter, berbicara dengan spesialis kesehatan mental tentang kondisi dan kesehatan mental juga dianjurkan. Semoga informasi ini bermanfaat.

Pilihan Editor: Benarkah Santan Rumahan Bisa Kurangi Risiko Serangan Jantung?

ANTARA

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."