Menyambangi Lapo Porsea di SCBD, Apa Hidangan Signature-nya?

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Lapo Porsea (lapoporsea.com)

Lapo Porsea (lapoporsea.com)

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Jika kamu tengah mencari restroran khas Batak di Sentra Distrik Bisnis Sudirman (SCBD), Jakarta, Lapo Porsea bisa jadi pilihan. Diresmikan pada 17 Oktober 2024 oleh Luhut Binsar Panjaitan, restoran ini menawarkan kuliner dengan sentuhan modern pada cita rasa autentik hidangan Sumatera Utara. 

Meryl Rouli Saragih, salah satu pemilik Lapo Porsea, mengatakan bahwa nama lapo ini diambil dari sebuah daerah di Sumatera Utara yang berada di sekitar Danau Toba. Dia mengatakan, nama ini tidak hanya mewakili budaya Batak tetapi juga merupakan ungkapan kepercayaan dan kehormatan terhadap tradisi kuliner Batak. 

Konsep Restoran

Meilina Siregar, salah satu pemilik restoran ini, mengatakan bahwa Lapo Porsea berbeda dengan lapo-lapo pada umumnya. Perbedaan utamanya terletak pada konsep dan suasana yang ditawarkan.

Menurut Meilina, lapo biasanya identik dengan tempat sederhana dan suasana panas. Namun, di Lapo Porsea, pengalaman bersantap dihadirkan dalam suasana yang nyaman dan elegan. 

Dia menambahkan bahwa restoran ini tidak hanya menarik bagi masyarakat Batak, tetapi juga siapa saja yang ingin mengenal lebih dekat kekayaan budaya dan cita rasa Batak.

“Jadi kami ingin memperkenalkan makanan khas Batak itu mulai dari packaging-nya yang baik dan rasanya juga bisa diterima lidah dari Banyak masyarakat dan menciptakan suasana yang nyaman,” kata dia pada Selasa, 29 Oktober 2024. 

Meski bernuasa modern, interior Lapo Porsea dirancang untuk mencerminkan budaya Batak. Dekorasinya memiliki ornamen kain ulos, simbol budaya Batak yang mendalam.  

“Interior restoran dengan ornamen Batak berupa kain-kain ulos. Kami juga menjual ulos tersebut, didatangkan langsung dari penenun dari Danau Toba," kata dia. 

Selain itu, terlihat juga Interiornya menggunakan material kayu dan bebatuan yang didominasi warna merah tua, serta sentuhan warna putih dan hitam pekat yang sering ditemukan pada ukiran khas di rumah-rumah Batak Toba. 

Dali Ni Horbo, hidangan khas Batak yang terbuat dari susu kerbau di Lapo Porsea (TEMPO/Putri Ani)

Hidangan Khas Batak Lapo Porsea

Lapo Porsea menghadirkan beragam hidangan khas Batak yang jarang ditemukan di restoran lainnya, terutama di Jakarta. Menu khasnya antara lain daging babi panggang, ikan arsik, dali ni horbo (sup daging kerbau), kue ombus-ombus, serta sambal dalam dua varian.

Selain itu, tersedia juga minuman tradisional Batak, seperti Badak, minuman berkarbonasi dari Sumatra Utara; dan Naraja yang menggunakan buah terong belanda. Untuk memastikan keaslian rasa, makanan dan minuman ini menggunakan bahan-bahan yang sebagian didatangkan dari Sumatera Utara. 

Executive Chef Patrese Vito menjelaskan bahwa hidangan-hidangan di restoran ini dimasak dengan teknik kontemporer tetapi tetap mempertahankan rasa autentik dari masakan Batak.

“Kami menggunakan teknik memasak modern, seperti sous-vide untuk menjaga kelembutan daging dan konsistensi rasa, namun tetap setia pada rempah dan bumbu khas Batak,” ujarnya. 

Teknik ini, kata dia, menjaga keunikan rasa setiap hidangan sambil memberikan tampilan yang lebih menarik dan profesional.

Lapo Porsea juga menawarkan pengalaman makan yang dilengkapi dengan hiburan musik live pada akhir pekan. Selain menjadi tempat makan, restoran ini bertujuan menjadi ruang bagi komunitas untuk berkumpul dan merasakan suasana Batak yang penuh keceriaan.

Maruarar Sirait, pengusaha dan politikus yang juga salah satu pendiri Lapo Porsea, menegaskan bahwa restoran ini adalah penghormatan terhadap warisan budaya Batak, sekaligus membangkitkan rasa bangga terhadap kuliner Batak di ibu kota.

Pilihan Editor: 8 Restoran Legendaris di Jakarta, Cocok Buat Wisata Kuliner saat Weekend

PUTRI ANI

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."