Review Bila Esok Ibu Tiada, Film yang DIbintangi Christine Hakim dan Adinia Wirasti

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Poster film Bila Esok Ibu Tiada. Foto: Leo Pictures.

Poster film Bila Esok Ibu Tiada. Foto: Leo Pictures.

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Film Bila Esok Ibu Tiada menyajikan gambaran menyentuh tentang kehadiran sosok ibu yang tak tergantikan. Christine Hakim memerankan seorang ibu dengan segala kelembutan dan pengorbanannya untuk menjaga keutuhan keluarga. Dia menjadi satu-satunya pilar sejak sang ayah—yang diperankan oleh Slamet Rahardjo, meninggal. 

Namun, anak-anak yang beranjak dewasa dan sibuk dengan kehidupannya sendiri, tampak abai pada ibunya. Bahkan, momen sederhana seperti ulang tahun sang ibu pun terlupakan. 

Review Film: Pecahnya Pertautan Keluarga dalam Konflik dan Ego

Adapun keempat anak Christine Hakim di Bila Esok Ibu Tiada diperankan oleh Fedi Nuril, Adinia Wirasti, Amanda Manopo, dan Yasmin Napper. Mereka digambarkan sebagai keluarga urban yang terpecah dalam kesibukan masing-masing. Mereka sering kali terlibat cekcok, memperdebatkan siapa yang lebih banyak berkontribusi dalam mengurus ibu dan rumah. 

Si sulung, yang terlambat menikah karena terikat tanggung jawab, mengorbankan banyak hal untuk keluarga. Namun, perbedaan pandangan di antara mereka menimbulkan ketegangan yang terus memuncak.

Filosofi Kintsugi dalam Film Bila Esok Ibu Tiada 

Di balik semua itu, ada rahasia besar yang disembunyikan sang ibu, yaitu kondisi kesehatannya semakin menurun. Sakitnya yang semakin memburuk dia tanggung sendirian, karena tak ingin menjadi beban bagi anak-anak yang terjebak dalam ambisi masing-masing. Hingga suatu hari, tanpa pamit, dia meninggalkan rumah untuk mengunjungi makam sang suami.

Tak lama, sang ibu meninggal. Kepergian ibu menyisakan luka, penyesalan, konflik, dan saling menyalahkan antara empat bersaudara itu. Dalam kekacauan ini, film menyisipkan filosofi kintsugi dari Jepang—seni memperbaiki keramik retak dengan emas, menjadikan pecahan-pecahan sebagai keindahan yang baru. 

Filosofi ini menjadi pengingat akan keutuhan keluarga yang retak dan perlahan harus tersambung kembali sepeninggal sang ibu. Mereka menyadari pentingnya saling mendukung dan merajut kembali tali kasih yang sempat memudar.

Sutradara Rudi Soedjarwo sukses menyuguhkan sisi emosional dalam Bila Esok Ibu Tiada, terutama kesedihan akan momen penyesalan dan kehilangan sosok ibu. Naskah ini adaptasi dari novel Nagiga Nuy Ayati yang mengangkat isu universal tentang keluarga, pengorbanan, dan kesadaran yang sering datang terlambat. Film ini digarap oleh LEO Pictures dan diproduseri Agung Saputra serta Nunu Datau, dan dijadwalkan tayang di bioskop mulai 14 November 2024.

Pilihan Editor: Review Film Home Sweet Loan: Kisah Generasi Sandwich di Ibu Kota dan Rumah Impiannya

ADINDA JASMINE PRASETYO

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."