Stella Christie Ungkap Konsekuensi Jika Bergantung pada Artificial Intelligence

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Stella Christie menjadi pembicara dalam talkshow Peran Perempuan di Era Digitalisasi dan AI, Selasa, 26 November 2024 di Jakarta/Foto:  Doc. Perempuan Inovasi--

Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Stella Christie menjadi pembicara dalam talkshow Peran Perempuan di Era Digitalisasi dan AI, Selasa, 26 November 2024 di Jakarta/Foto: Doc. Perempuan Inovasi--

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Kecerdasan buatan (AI) atau artificial intelligence adalah bidang ilmu yang berfokus pada penciptaan mesin dan komputer yang dapat belajar, bernalar, dan bertindak dengan cara yang biasanya membutuhkan kecerdasan manusia. AI adalah bidang luas yang menggabungkan banyak disiplin ilmu, termasuk ilmu komputer, analisis data, statistik, dan banyak lagi.

Sayangnya, perkembangan AI di Indonesia khususnya telah membuat para penggunanya bergantung. Kenyataan tersebut disampaikan Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Stella Christie. Perlu diketahui jika hanya melarang orang-orang memakai Chat GPT maka tentu mereka akan tetap memakainya. 

"Namun, yang perlu digarisbawahi adalah apa konsekuensinya jika kita 100 persen bergantung pada chat GPT. Lalu kembalikan kepada mereka apakah sanggup untuk menanggung konsekuensnya kelak. Nah, hal itu akan membuat mereka bepikir ulamg untuk 100 persen memakai chat GPT, ucap Stella dalam talkshow Peran Perempuan di Era Digitalisasi dan AI, Selasa, 26 November 2024 di Jakarta. 

Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Stella Christie, Founder of Yayasan Dian Sastrowardoyo, Dian Sastrowardoyo , Co-founder & CEO of Markoding, Amanda Simandjuntak dalam talkshow Peran Perempuan di Era Digitalisasi dan AI, Selasa, 26 November 2024 di Jakarta/Foto: CANTIKA/Ecka Pramita

Lantas, apa saja konsekuensi jika kita sepenuhnya bergantung pada chat GPT? Pertama, kita tidak akan bisa membedakan karya mana yang bagus atau tidak bagus. Kedua, kita tidak akan bisa memproduksi suatu karya apa pun itu misal di bidang film berarti script film, tetapi bergantung pada chat GPT, dan yang ketiga tidak bisa melihat batasan penggunaan kecerdasan buatan ini. 

"Kalau kita tidak punya naluri dan rasionalitas yang menjadi batasan kita semestinya, tentunya akan bahaya bukan. Jadi etika itu bukan berdasarkan tidak boleh pakai chat GPT, tetapi etika yang kembali pada batasan naluri kita bagaimana kalau kita sepenuhnya bergantung," ungkap Stella. 

Sebagai informasi, Demo Day Perempuan Inovasi 2024 diadakan sebagai puncak program kolaborasi Perempuan bersama Dirjen Vokasi. Acara ini tidak hanya berfungsi sebagai ajang penilaian karya peserta, tetapi juga menjadi sarana untuk menampilkan hasil pembelajaran dan inovasi yang telah mereka kembangkan selama program. 

Selain itu, Demo Day ini bertujuan untuk memotivasi lebih banyak perempuan agar berpartisipasi aktif dalam bidang teknologi, memperlihatkan potensi mereka, serta mendorong penerapan solusi kreatif untuk menghadapi berbagai tantangan di sektor ini. 

Pilihan Editor: Mengullik Manfaat Penggunaan Artificial Intelligence di Industri Kecantikan

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika 

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."