7 Film Thailand yang Dilarang Tayang, Benarkah Terlalu Vulgar?

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Rezki Alvionitasari

google-image
Film Jan Dara: The Beginning. Foto: IMDB.

Film Jan Dara: The Beginning. Foto: IMDB.

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Film Thailand memiliki daya tarik tersendiri dengan jalan cerita sulit ditebak hingga penampilan para aktor yang mendalami karakter hingga membuat penonton terpukau. Namun, di antara judul-judul film asal Thailand, ternyata ada juga film Thailand dilarang tayang, lho!

Alasannya, karena adegan kekerasan, horor, hingga adegan intim yang terlalu vulgar. Termasuk juga tema atau cerita yang dinilai sensitif. Berikut 7 film Thailand yang dilarang tayang:

1. Mae Bia (2001)

Mae Bia adalah film romansa-thriller Thailand, diadaptasi dari puisi karya Vanich Jarungkijan. Mae Bia disutradarai Somching Srisupap, mengisahkan seorang pria bernama Chanachol (Akara Amarttayakul), dia menghabiskan banyak waktu berkelana di luar negeri. 

Usai berkeliling dunia, dia butuh waktu untuk menyesuaikan diri dengan tanah kelahirannya. Chanachol lalu memutuskan ikut tur keliling Thailand demi mempercepat masa adaptasi.

Dia ditemani Mekhala (Napakpapha Nakprasitte), perempuan pemandu tur. Perjalanan keliling Thailand itu ternyata membuat Chanachol terpikat dengan Mekhala, dan juga menyimpan rasa yang sama untuk kliennya.

Namun, Chanachol telah menikah dengan perempuan bernama Mai (Chotiros Kaewpinij) dan dikaruniai seorang anak laki-laki. Di sisi lain, Mekhala juga berusaha menghindari hubungan dengan orang lain karena alasan misterius.

Mekhala ternyata mempunyai hubungan rahasia dengan seekor ular kobra ganas. Ular itu tidak menyukai siapa pun orang dekat dengan Mekhala. Mae Bia jadi salah satu film Thailand yang dilarang tayang di Indonesia.

2. Eternity (2010)

Film Thailand yang tidak boleh ditonton anak kecil ini diadaptasi dari novel berjudul sama karya Choopiniji. Eternity ini mengangkat isu konflik perselingkuhan.

Eternity menggambarkan cinta segitiga dalam kehidupan rumah tangga Pabo dan istrinya, Yupadee. Yupadee kepincut dengan keponakannya sendiri yakni Sangmong yang tampak polos. 

Perselingkuhan mereka diketahui sang suami, lantas menghukum mereka dengan memborgol keduanya. Dengan tangan terborgol, mereka tetap berselingkuh. Mereka melakukan adegan sensual secara diam-diam di tempat sepi seperti air terjun, hutan, dan di area pegunungan.

3. Insect in the Backyard (2010)

Film ini mengangkat tema hubungan LBGT. Secara garis besar, film ini menceritakan seorang ayah transgender dengan dua anak. Sang ayah berusaha keras membesarkan kedua anaknya setelah istrinya meninggal dunia pasca melahirkan anak kedua.

Tapi, anak-anaknya merasa tidak nyaman dengan identitas ayahnya yang sekarang. Keduanya bahkan mengenalkan sang ayah pada orang lain sebagai kakak perempuan mereka. 

Film ini menuai pro dan kontra di Thailand, terutama karena mengandung pornografi dan beberapa adegan yang bertentangan dengan moral masyarakat seperti prostitusi dan hubungan usia remaja berseragam sekolah.

4. Jan Dara: The Beginning (2012)

Film Thailand dilarang tayang ini bisa dibilang karya yang cukup terkenal dan fenomenal hingga ke para pencinta film di luar negeri Gajah Putih. Jan Dara berkutat pada sosok anak laki-laki bernama Jan yang tinggal di bawah gemblengan ayahnya yang keras dan sangat membenci Jan karena kematian ibunya. 

Dikisahkan sang ayah juga punya tabiat buruk yakni gemar meniduri wanita. Untuk membalaskan dendam, Jan justru melakukan hubungan seksual dengan ibu tirinya sendiri. Film ini dibintangi aktor terkenal Mario Maurer, Chaiyapol Jullian, dan Sakrat Ruekthamrong.

5. Shakespeare Must Die (2012)

Film ini diadaptasi dari "Macbeth" karya William Shakespeare. Namun film ini dicekal dan dilarang tayang di Thailand karena sarat dengan unsur politik.

Salah satu tokoh utamanya adalah diktator bernama Dear Leader, namun tokoh fiksi ini sangat mirip dengan mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra, dia dilengserkan tahun 2006. Selain itu, ada tokoh pembunuh yang memakai baju merah, dianggap penggambaran dari Red Shirt, suatu gerakan atau kelompok pendukung PM Thaksin kala itu.

Film ini juga dicekal oleh Kementerian Budaya Thailand karena memasukkan adegan berdasarkan peristiwa pemberontakan mahasiswa di Bangkok tahun 1976. Meski begitu, sang sutradara menganggap bahwa pencekalan tersebut tidak wajar. Menurutnya, tokoh utama dalam film "Shakespeare Must Die" adalah gambaran umum dari seorang pemimpin diktator korup, jadi tidak terfokus pada sosok Thaksin.

6. Arpat (2015)

Film Thailand yang dilarang tayang berikutnya yaitu Arbat yang berganti judul menjadi Arpat. Film ini berkisah tentang seorang pemuda yang dipaksa menjadi biksu oleh ayahnya. 

Meski akhirnya menurut dan benar-benar menjadi biksu, pemuda tersebut justru melakukan hal-hal terlarang yang tak pantas dilakukan seorang biksu. Ia bahkan terlibat hubungan percintaan dengan seorang gadis lokal. 

Film Arpat sempat menuai pro dan kontra di Thailand. Film ini tak hanya dituding mencemarkan image biksu, tapi juga ditakutkan dapat membuat masyarakat kehilangan keyakinan terhadap agama Buddha.

7. Syndromes and a Century (2016) 

Film Thailand ini dilarang tayang di negaranya sendiri karena banyak menunjukkan adegan seksual. Film ini menceritakan tentang dua dokter yang saling jatuh cinta di sebuah rumah sakit kecil. 

Berbagai adegan dalam film ini pun menunjukan kemesraan dan hubungan intim. Sutradara, Apichatpong Weerasethakul, menolak untuk memotong film tersebut atas permintaan badan sensor. Namun karena ditarik dari peredaran domestik, akhirnya ia menyetujui pertunjukan terbatas di Thailand. 

Adegan yang dipotong diganti dengan layar hitam untuk memprotes dan memberi tahu publik tentang masalah penyensoran.

Nah, Sahabat Cantika, itu dia 7 film Thailand yang dilarang tayang, benarkah terlalu vulgar?

Pilihan Editor: 10 Film Dewasa Thailand dengan Kisah Cinta Romantis, Cocok untuk Pasangan

TEMPO | MY DRAMA LIST | IMDB

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."