Ketahui Makna Filosofis Ikan Bandeng dalam Perayaan Imlek

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Gubernur dan wakil gubernur terpilih Jakarta Pramono Anung dan Rano Karno serta Penjabat Gubernur Jakarta Teguh Setyabudi usai pelelangan ikan bandeng raksasa dengan berat 8,5 kilogram dalam acara Festival Bandeng Rawa Belong di Kebon Jeruk, Jakarta Barat pada Selasa, 28 Januari 2025. TEMPO/Oyuk Ivani Siagian

Gubernur dan wakil gubernur terpilih Jakarta Pramono Anung dan Rano Karno serta Penjabat Gubernur Jakarta Teguh Setyabudi usai pelelangan ikan bandeng raksasa dengan berat 8,5 kilogram dalam acara Festival Bandeng Rawa Belong di Kebon Jeruk, Jakarta Barat pada Selasa, 28 Januari 2025. TEMPO/Oyuk Ivani Siagian

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Ada kuliner khas di setiap perayaan Imlek. Salah satunya sajian ikan bandeng. Ikan yang bisa hidup di air tawar dan air laut ini punya makna filosofis mendalam yang dipercaya membawa keberuntungan, kebahagiaan, dan kemakmuran bagi mereka yang merayakannya.

Dalam budaya Tionghoa, ikan memiliki makna istimewa. Dalam bahasa Mandarin, ikan disebut "yu," yang juga berarti "melimpah" atau "berkelimpahan." Oleh karena itu, ikan dianggap sebagai simbol rezeki dan kemakmuran yang melimpah.

Khususnya ikan bandeng, hewan air ini memiliki makna yang lebih dalam. Bandeng dikenal sebagai ikan yang memiliki banyak duri. Banyaknya duri ini melambangkan kehidupan manusia yang penuh liku dan rintangan. Hal ini mengajarkan nilai-nilai kesabaran, kehati-hatian, dan ketekunan dalam menghadapi berbagai tantangan hidup. Selain itu, banyaknya duri juga dipercaya sebagai simbol rezeki yang tak akan habis jika dikelola dengan baik.

Tradisi menyajikan ikan bandeng saat Imlek juga mencakup penyajian ikan secara utuh, dari kepala hingga ekor. Ini melambangkan harapan bahwa rezeki yang didapat akan mengalir utuh dan lancar sepanjang tahun, dari awal hingga akhir.

Ukuran ikan bandeng juga menjadi simbol penting, di mana semakin besar ukuran ikan yang disajikan, semakin besar pula harapan untuk mendapatkan rezeki yang melimpah. Oleh sebab itu, bandeng jumbo menjadi incaran utama menjelang perayaan Imlek.

Menghidangkan ikan bandeng juga memiliki makna sosial yang penting, yaitu sebagai bentuk penghormatan kepada anggota keluarga, terutama yang lebih tua. Membawa ikan bandeng untuk keluarga yang lebih tua merupakan simbol penghormatan dan kesopanan. Anggota keluarga yang tidak membawa ikan bandeng dianggap kurang memiliki "liangsim" atau rasa hormat.

Dalam tradisi Betawi, ikan bandeng biasanya diolah menjadi pindang bandeng, hidangan khas yang juga sering disajikan saat Imlek. Hidangan ini memiliki cita rasa yang kompleks, yakni manis, pedas, dan gurih, yang dihasilkan dari perpaduan bumbu seperti kecap manis, cabai merah, bawang merah, bawang putih, jahe, dan lengkuas. Kuahnya yang berwarna cokelat kehitaman menambah kelezatan hidangan ini, sekaligus menjadikannya sajian yang istimewa di meja makan saat Imlek.

Tradisi Lain di Imlek

Selain sajian ikan bandeng, perayaan Imlek juga identik dengan berbagai tradisi lainnya, seperti membersihkan rumah, tarian Barongsai, dan pembagian angpau merah. Membersihkan rumah secara menyeluruh sebelum Imlek diyakini dapat mengusir nasib buruk dan membuka jalan bagi keberuntungan baru di tahun yang akan datang.

Sementara itu, tarian Barongsai, yang sering menampilkan naga panjang berwarna-warni, menjadi atraksi yang dinantikan karena dipercaya dapat membawa keberuntungan.

Imlek juga selalu ditandai dengan pergantian shio, yang merupakan sistem astrologi Tionghoa. Berdasarkan Kalender Lunar tradisional, shio melambangkan siklus 12 tahun yang masing-masing diwakili oleh hewan tertentu. Pergantian shio ini menjadi momen refleksi sekaligus harapan baru bagi masyarakat Tionghoa.

Pilihan Editor: Ikan Bandeng Menu Wajib Imlek, Lupakan Duri Ingat Gizinya

MICHELLE GABRIELA | AMELIA RAHIMA SARI | IDRIS BOUFAKAR

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."