Kenapa Perempuan Lebih Sulit Didiagnosis ADHD Daripada Laki-laki?

foto-reporter

Editor

Carolyn Nathasa Dharmadhi

google-image
Ilustrasi perempuan tidak fokus karena ADHD. Foto: Freepik

Ilustrasi perempuan tidak fokus karena ADHD. Foto: Freepik

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta -  Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah kondisi neurodevelopmental yang dapat memengaruhi fokus, impulsivitas, dan tingkat aktivitas seseorang. Namun, dalam dunia medis, ADHD sering kali lebih mudah didiagnosis pada laki-laki dibandingkan perempuan. Hal ini bukan berarti perempuan lebih jarang mengalami ADHD, tetapi ada beberapa faktor yang membuat diagnosis pada mereka lebih sulit.

“Dalam enam atau tujuh tahun terakhir, telah ada penelitian tentang ADHD pada orang dewasa,” kata Kathleen Nadeau, PhD, direktur Chesapeake Psychological Services of Maryland di Silver Spring dan seorang ahli tentang penyakit ini pada perempuan.

Nadeau mengatakan bahwa secara historis, penelitian tentang ADHD hampir secara eksklusif berfokus pada laki-laki yang menunjukkan hiperaktif sejak kecil. Tetapi pengenalan gejala ADHD terhadap perempuan telah semakin tertinggal.

Lalu, apa saja alasan utama di balik kesenjangan diagnosis ADHD antara laki-laki dan perempuan? Simak penjelasannya berikut ini.

1. Gejala yang Berbeda dan Kurang Terlihat

Salah satu alasan utama perempuan lebih sulit didiagnosis ADHD adalah perbedaan dalam presentasi gejala. Laki-laki cenderung menunjukkan gejala hiperaktif dan impulsif yang lebih mencolok, seperti kesulitan duduk diam, sering berbicara tanpa berpikir, atau bertindak tanpa mempertimbangkan konsekuensi.

Sebaliknya, perempuan dengan ADHD lebih sering mengalami kesulitan dalam mempertahankan fokus, mengatur tugas, dan mengingat sesuatu. Mereka cenderung mengalami inatensi, yang tidak selalu tampak mengganggu dalam lingkungan sekolah atau sosial, sehingga sering kali diabaikan oleh orang-orang di sekitarnya.

Kesulitan dalam mengatur tugas atau waktu, sering lupa janji atau tugas penting, mudah teralihkan oleh lingkungan sekitar, serta sulit mempertahankan perhatian dalam percakapan atau membaca adalah beberapa gejala yang kerap dialami perempuan dengan ADHD. Karena gejala-gejala ini tidak selalu terlihat sebagai masalah perilaku yang mencolok, banyak perempuan dengan ADHD yang tidak mendapatkan perhatian medis yang diperlukan.

Perempuan dan anak perempuan dengan ADHD cenderung menunjukkan gejala internalisasi seperti kurangnya perhatian daripada gejala eksternalisasi seperti impulsivitas dan hiperaktif. Akibatnya, gejala mereka lebih mungkin diabaikan oleh orang-orang yang seharusnya dapat mengenali kondisi tersebut, sehingga mereka lebih jarang dirujuk untuk diagnosis dan pengobatan.

2. Stereotip Gender dan Bias Sosial

Norma sosial dan stereotip gender juga berkontribusi terhadap sulitnya diagnosis ADHD pada perempuan. Secara tradisional, perempuan diharapkan lebih terorganisir, lebih patuh, dan lebih tenang dibandingkan laki-laki. Ketika seorang perempuan mengalami kesulitan dalam fokus atau pengaturan tugas, mereka sering kali dianggap "ceroboh," "malas," atau "tidak bertanggung jawab" daripada dianggap memiliki kondisi medis yang memerlukan diagnosis dan perawatan.

Bahkan dalam lingkungan medis, bias ini dapat menyebabkan dokter lebih cenderung mendiagnosis perempuan dengan gangguan kecemasan atau depresi daripada ADHD. Akibatnya, banyak perempuan yang baru menyadari bahwa mereka memiliki ADHD di usia dewasa setelah mengalami kesulitan bertahun-tahun tanpa diagnosis yang tepat.

Nadeau juga mengklaim bahwa kriteria diagnosis yang ada, yang masih lebih cocok untuk anak laki-laki daripada perempuan, serta pola rujukan orang tua dan guru, yang didorong oleh perilaku ADHD yang lebih jelas dan bermasalah pada laki-laki, adalah penyebab kurang dikenalnya anak perempuan dan perempuan. Beberapa orang membantah bahwa penyakit ini menyerang perempuan atau siapa saja.

Menurut peneliti dan terapis pendidikan Jane Adelizzi, PhD, anak perempuan dengan attention deficit disorder (ADD), yaitu bentuk ADHD yang kurang perhatian, sering kali tidak memiliki hiperaktifitas, dan karena itulah para peneliti sering kali mengabaikannya. Namun, bagi para pegiat kampanye, anak perempuan dengan ADHD yang tidak terdiagnosis cenderung membawa masalahnya hingga dewasa, dan jika tidak diobati, hidup mereka sering kali terganggu.

 “Anak perempuan dengan ADHD yang tidak diobati berisiko mengalami rendah diri kronis, kurang berprestasi, cemas, depresi, kehamilan remaja, merokok sejak usia sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas,” kata Nadeau.

3. Masking atau Strategi Mengatasi Gejala

Banyak perempuan dengan ADHD mengembangkan strategi masking untuk menyembunyikan atau mengelola gejalanya agar dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan sosial. Masking ini bisa berupa membuat daftar tugas yang sangat rinci untuk mengatasi kesulitan dalam mengatur pekerjaan, menghabiskan energi ekstra untuk tetap fokus dalam percakapan, menekan dorongan untuk berbicara atau bergerak berlebihan, serta selalu berusaha datang lebih awal agar tidak terlambat.

Meskipun strategi ini membantu mereka menjalani aktivitas sehari-hari, masking sering kali menyebabkan stres yang tinggi dan kelelahan mental. Selain itu, karena masking membuat gejala ADHD menjadi kurang terlihat, banyak perempuan mengalami kesulitan mendapatkan diagnosis yang tepat.

Perempuan dengan ADHD juga cenderung mengembangkan strategi coping yang lebih baik dibandingkan laki-laki, sehingga mereka dapat lebih mampu menyembunyikan atau mengurangi dampak dari gejala ADHD mereka. Hal ini membuat diagnosis semakin sulit karena gejala mereka tidak tampak seperti masalah yang signifikan.

4. Komorbiditas dengan Kondisi Lain

Perempuan dengan ADHD sering kali mengalami kondisi lain yang menyertainya, seperti kecemasan, depresi, atau gangguan makan. Gejala dari kondisi-kondisi ini bisa menutupi atau bahkan membingungkan diagnosis ADHD.

Misalnya, perempuan dengan ADHD mungkin mengalami kecemasan karena mereka sering lupa atau merasa kewalahan dengan tugas-tugas sehari-hari. Dalam beberapa kasus, dokter hanya fokus pada kecemasan atau depresi tersebut tanpa menyadari bahwa ADHD adalah akar dari masalah yang dialami.

Kesalahan diagnosis ADHD pada perempuan dan anak perempuan sering terjadi ketika kecemasan atau depresi muncul bersamaan dengan ADHD. Gejala ADHD mungkin keliru dianggap sebagai akibat dari kondisi yang menyertainya, bukan sebagai masalah utama yang memerlukan perhatian khusus.

5. Pengaruh Hormon dalam Perjalanan Hidup

Penelitian menunjukkan bahwa hormon juga dapat memengaruhi bagaimana ADHD muncul pada perempuan. Fluktuasi hormon selama siklus menstruasi, kehamilan, dan menopause dapat memperburuk atau memperjelas gejala ADHD.

Contohnya, pada saat kadar estrogen menurun sebelum menstruasi, banyak perempuan dengan ADHD melaporkan peningkatan kesulitan dalam fokus dan pengaturan diri. Hal ini dapat membuat diagnosis lebih kompleks, terutama jika gejala hanya muncul atau memburuk pada periode tertentu dalam hidup mereka.

Perempuan dengan ADHD sering kali menghadapi tantangan lebih besar dalam mendapatkan diagnosis yang tepat karena perbedaan gejala, bias gender, masking, komorbiditas dengan kondisi kesehatan mental lain, dan pengaruh hormon.

Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan kesadaran tentang bagaimana ADHD dapat muncul pada perempuan agar lebih banyak individu mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan. Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal mengalami kesulitan dalam fokus, pengaturan diri, atau mengalami stres akibat strategi masking, berkonsultasilah dengan profesional medis untuk evaluasi lebih lanjut.

Kesadaran yang lebih besar dari para profesional kesehatan mengenai profil gejala ADHD yang spesifik pada perempuan dan anak perempuan sangat diperlukan agar diagnosis dan pengobatan dapat diberikan secara tepat. Dengan pemahaman yang lebih baik, lebih banyak perempuan dapat menerima bantuan yang mereka butuhkan untuk mengelola ADHD dengan lebih efektif.

Pilihan Editor: Alia Bhatt Buka-bukaan soal ADHD yang Dialami, Apa Saja Gejalanya?

NIH | ADDITUDE | CLEVELAND CLINIC | AMERICAN PSYCHOLOGICAL ASSOCIATION 

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantka

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."